Kisah terbunuhnya UMAR BIN KHATTAB
(Penulis:
al-Imam al-Hafizh IBNU KATSIR)
Ringkasnya, ketika Umar selesai melaksanakan ibadah
haji pada tahun 23 H beliau sempat berdoa kepada Allah di Abthah, mengadu
kepada Allah tentang usianya yang telah senja, kekuatannya telah melemah,
sementara rakyatnya tersebar luas dan la takut tidak dapat menjalankan tugas
dengan sempurna. Ia berdoa kepada Allah agar Allah mewafatkannya31 dan
berdoa agar Allah memberikan syahadah (mati syahid) serta dimakamkan di negeri
hijrah (yaitu Madinah, sebagaimana yang terdapat dalam shahih Muslim bahwa Umar
pernah berkata, “Ya Allah, aku bermohon kepadamu mendapatkan syahadah (mati
syahid) di atas jalanMu dan wafat di tanah NabiMu.”32
Maka Allah mengabulkan doanya ini dan memberikan kedua
permohonannya tersebut, yaitu mati syahid di Madinah. Ini adalah perkara yang
sulit namun Allah Maha lembut kepada hambaNya. Akhirnya beliau ditikam oleh Abu
Lu’lu’ah Fairuz -seorang yang aslinya beragama Majusi dan tinggal di
Romawi-33 ketika Umar shalat di mihrab pada waktu Subuh hari Rabu tanggal
25 Dzulhijjah tahun 23 H dengan belati yang memiliki dua mata. Abu Lu’lu’ah
menikamnya tiga tikaman -ada yang mengatakan enam tikaman- satu di bawah
pusarnya hingga terputus urat-urat dalam perut beliau34akhirnya Umar jatuh
tersungkur dan menyuruh Abdurrahman bin Auf agar menggantikannya menjadi imam
shalat. Kemudian orang kafir itu (Abu Lu’lu’ah) berlari ke belakang, sambil
menikam seluruh orang yang dilaluinya. Dalam peristiwa itu sebanyak 13 orang
terluka dan 6 orang dari mereka tewas.35
Maka segera Abdullah bin Auf36 menangkapnya
dengan melemparkan burnus (baju panjang yang memiliki penutup kepala, pent.)
untuk menjeratnya, kemudian Abu Lu’lu’ah bunuh diri, semoga Allah melaknatnya.
Waktu itu Umar segera dibawa ke rumahnya sementara darah mengalir deras dari
luka-lukanya. Hal itu terjadi sebelum matahari terbit. Umar berkali-kali jatuh
pingsan dan sadar, kemudian orang-orang mengingatkannya shalat, beliau sadar
sambil berkata, “Ya aku akan shalat dan tidak ada bagian dari Islam bagi orang
yang meninggalkan shalat.” Kemudian beliau shalat, setelah shalat beliau
bertanya siapa yang menikamnya?” Mereka menjawab, “Abu Lu’lu’ah budak
al-Mughirah bin Syu’bah.” Beliau berkata, “Alhamdulillah yang telah menentukan
kematianku di tangan seseorang yang tidak beriman dan tidak pernah sujud kepada
Allah sekalipun”.
Kemudian Umar berkata, “Semoga Allah memberikan
kejelekan baginya, kami telah menyuruhnya suatu perkara yang baik. Al-Mughirah
memberinya gaji sebanyak dua dirham per hari, kemudian la menuntut Umar agar
gaji budaknya itu ditambah karena budaknya memiliki banyak keahlian dan
merangkap beberapa profesi, yaitu sebagai tukang kayu, pemahat dan tukang besi,
maka Umar menaikkan gajinya menjadi100 dirham perbulan. Umar berkata padanya,
“Kami dengar bahwa dirimu mampu membuat penumbuk gandum yang berputar di udara
(kincir)?” Abu Lu’lu’ah menjawab, Demi Allah aku akan memberitahukan kepadamu
tentang penumbuk gandum yang akan menjadi pembicaraan manusia di timur dan barat
-percakapan ini terjadi pada hari selasa di malam hari- dan ternyata dia
menikamnya tepat pada hari Rabu di pagi hari pada 25 Dzulhijjah. Kemudian Umar
mewasiatkan agar penggantinya yang menjadi Khalifah dimusyawarahkan oleh enam
orang yang Rasulullah wafat dalam keadaan ridha kepada mereka, yaitu, Utsman,
Ali, Thalhah, az-Zubair, Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqqash رضي الله
عنهم. Beliau tidak menyebutkan Sa’id bin Zaid bin Amr bin Nufail al-Adawi,
sebab Sa’id berasal dari kabilah Umar dan dikhawatirkan kelak dirinya terpilih
disebabkan kekerabatannya yang dekat dengan Umar. Umar mewasiatkan kepada siapa
yang akan menggantikannya untuk berbuat yang terbaik kepada seluruh manusia
dengan berbagai macam tingkatan mereka.
Akhirnya Umar wafat tiga hari setelah peristiwa itu,
beliau dikebumikan pada hari Ahad di awal bulan Muharram tahun 24 H dan
dikebumikan di Kamar Nabi di samping Abu Bakar ash-Shiddiq, setelah mendapat
izin dari Ummul Mukminin ‘Aisyah رضي الله عنهم.
Al-Waqidi رحمه الله berkata, “Aku diberitahukan oleh
Abu Bakar bin Ismail bin Muhammad bin Sa’ad dari ayahnya dia berkata, ‘Umar
ditikam pada hari Rabu 25 Dzulhijjah tahun 23 H. Masa kepemimpinannya selama 10
tahun 5 bulan 21 malam, sementara pelantikan Utsman terjadi pada hari senin
pada tanggal 3 Muharram, ketika aku sebutkan hal ini pada Utsman bin Akhnas,
dia berkata, ‘Engkau keliru’. Umar wafat 25 Dzulhijjah dan Utsman dilantik pada
malam terakhir dari bulan Dzulhijjah. Dengan demikian, ia memulai
kekhalifahannya pada awal bulan Muharram tahun 24 H.”37
Abu Ma’syar berkata, “Umar Terbunuh pada tanggal 25
bulan Dzulhijjah tepat di penghujung tahun 23 H. Masa kekhalifahannya adalah 10
tahun 6 bulan 4 hari. Setelah itu Utsman dibai’at38 menjadi khalifah.
Ibnu Jarir berkata, “Aku diberitahukan oleh Hisyam bin
Muhammad dia berkata, ‘Umar terbunuh pada tanggal 23 bulan Dzulhijjah dan masa
kekhalifahannya adalah 10 tahun 6 bulan dan empat hariL”39
* Riwayat Al-Bukhari Tentang Peristiwa Terbunuhnya
Umar رضي الله عنه
Al-Bukhari berkata, “Kami diberitahukan oleh Musa bin
Ismail, dia berkata, kami diberitahukan oleh Abu ‘Awanah dari Husain dan Amru
bin Maimun, dia berkata, aku pernah melihat Umar bin al-Khaththab beberapa hari
sebelum dirinya terbunuh, di Madinah sedang berbicara kepada Hudzaifah bin al-Yaman
dan Utsman bin Hunaif, ia berkata, ‘Apa yang telah kalian perbuat? Apakah
kalian takut telah membebani pajak bumi yang memberatkan dan tidak sanggup
dibayar pemiliknya?’ Keduanya menjawab, ‘Kami membebani pajak bumi dengan
sepantasnya, tidak terlalu banyak.’ Umar berkata, ‘Hendaklah kalian berdua
meninjau ulang, jangan-jangan kalian telah membebani pajak bumi yang tidak
sanggup dipikul oleh para pemiliknya. Keduanya berkata, ‘Tidak.’ Umar
melanjutkan, ‘Jika Allah masih memberikan kepadaku umur yang panjang, maka akan
aku tinggalkan para janda-janda di Irak dalam keadaan tidak lagi membutuhkan
para pria setelah aku wafat’.
Empat hari setelah itu beliau terbunuh. Amru bin
Maimun berkata, “Pada pagi terbunuhnya Umar aku berdiri dekat sekali dengan
Umar. Penghalang antara aku dan beliau hanyalah Abdullah bin Abbas.
Kebiasaannya jika beliau berjalan di sela-sela shaf beliau selalu berkata,
‘Luruskan!’ Setelah melihat barisan telah rapat dan lurus beliau maju dan mulai
bertakbir. Pada waktu itu mungkin beliau sedang membaca surat Yusuf atau
an-Nahl ataupun surat yang lainnya pada rakaat pertama hingga seluruh jama’ah
hadir berkumpul. Ketika beliau bertakbir tiba-tiba aku mendengar beliau
menjerit, ‘Aku dimakan anjing (aku ditikam).
Ternyata beliau ditikam oleh seorang budak, kemudian
budak kafir itu lari dengan membawa pisau belati bermata dua. Setiap kali
melewati orang-orang dia menikamkan belatinya ke kanan maupun kiri hingga
menikam 13 orang kaum muslimin dan 7 di antara mereka tewas. Ketika salah seorang
dari kaum muslimin melihat peristiwa itu ia melemparkan burnus (baju berpenutup
kepala) untuk menangkapnya. Ketika budak kafir itu yakin bahwa dia akan
tertangkap dia langsung bunuh diri. Umar segera menarik tangan Abdurrahman dan
meyuruhnya maju menjadi imam. Siapa saja yang berdiri di belakang Umar pasti
akan melihat apa yang aku lihat. Adapun orang-orang yang berada di sudut-sudut
masjid, mereka tidak tahu apa yang telah terjadi hanya saja mereka tidak lagi
mendengar suara Umar, di antara mereka ada yang mengatakan, ‘Subhanallah’.
Maka akhirnya Abdurrahman yang menjadi imam shalat
mereka dan ia sengaja memendekkan shalat. Selesai orang-orang mengerjakan
shalat, Umar berkata, ‘Wahai Ibnu Abbas lihatlah siapa yang telah menikamku.’
Ibnu Abbas pergi sesaat kemudian kembali sambil berkata, ‘Pembunuhmu adalah
budak milik al-Mughirah’. Umar bertanya, ‘Budaknya yang lihai bertukang itu?’
Ibnu Abbas menjawab, ‘Ya.’ Umar berkata, ‘Semoga Allah membinasakannya, padahal
aku telah menyuruhnya kepada kebaikan, Alhamdulillah yang telah menjadikan
sebab kematianku di tangan orang yang tidak beragama Islam, engkau dan ayahmu
(Abbas) menginginkan agar budak-budak kafir itu banyak tinggal di Madinah’.”
Pada waktu itu Abbas yang paling banyak memiliki
budak, Abbas pernah berkata kepada Umar, “Jika engku mau budak-budak itu akan
kami bunuh.” Umar menjawab, “Engkau salah, bagaimana membunuh mereka setelah
mereka mulai berbicara dengan menggunakan bahasa kalian, shalat menghadap ke
arah qiblat kalian dan melaksanakan haji sebagaimana kalian melaksanakannya?”
Umar segera dibawa ke rumahnya. Kami berangkat
bersama-sama mengikutinya. Seolah-olah kaum muslimin tidak pernah mendapat
musibah sebelumnya, ada yang berkomentar, “Lukanya tidak parah.” Dan ada juga
yang berkata, “Aku khawatir ia akan tewas.” Setelah itu dibawakan kepadanya
minuman nabidz dan ia meminumnya, tetapi minuman tersebut
keluar kembali dari perutnya yang ditikam. Kemudian dibawakan kepadanya susu
dan ia meminumnya, namun susu tersebut tetap keluar lagi dari bekas lukanya,
maka yakinlah mereka bahwa Umar tidak tertolong lagi dan la pasti akan tewas,
maka kami masuk menjenguknya, sementara orang-orang berdatangan mengucapkan
pujian atas dirinya. Tiba-tiba datang seorang pemuda dan berkata,
“Bergembiralah wahai Amirul Mukminin dengan berita gembira dari Allah untukmu,
engkau adalah sahabat Rasulullah, pendahulu Islam, engkau menjabat pemimpin dan
engkau berlaku adil, kemudian engkau diberikan Allah syahadah (mati Syahid).”
Umar menjawab, “Aku berharap seluruh perkara yang engkau sebutkan tadi cukup
untukku, tidak lebih ataupun kurang.” Tarkala pemuda itu berbalik ternyata
pakaiannya terjulur hingga menyentuh lantai. Umar memanggilnya dan berkata, “Wahai
saudaraku, angkatlah pakaianmu sesungguhnya hal itu akan lebih bersih bagi
pakaianmu dan lebih menaikkan ketaqwaanmu kepada Rabbmu. Wahai Abdullah bin
Umar lihatlah berapa hutangku.” Mereka hitung dan ternyata jumlahnya lebih
kurang sebanyak 86.000. Umar berkata, “Jika harta keluarga Umar cukup untuk
melunasinya maka bayarlah dari harta mereka, jika belum juga lunas mintalah
kepada Bani Adi bin Ka’ab dan jika ternyata belum juga cukup maka mintalah pada
kaum Quraisy dan jangan minta kepada selain mereka. Maka tunaikan
hutang-hutangku, berangkatlah engkau sekarang ke rumah ‘Aisyah -ummul mukminin-
dan katakan, “Umar menyampaikan salam kepadanya dan jangan kau katakan salam
dari Amirul mukminin, sebab sejak hari ini aku tidak lagi menjadi Amirul
mukminin, katakan kepadanya bahwa Umar bin al-Khaththab minta izin agar dapat
dimakamkan di samping dua sahabatnya. Maka Abdullah bin Umar segera mengucapkan
salam dan minta izin masuk kepada ‘Aisyah, dan ternyata ia sedang duduk
menangis. Abdullah bin Umar berkata, “Umar bin al-Khaththab mengucapkan salam
untukmu dan ia minta izin agar dapat dimakamkan di sisi kedua sahabatnya.”
‘Aisyah menjawab, “Sebenarnya aku menginginkan agar tempat tersebut menjadi
tempatku kelak jika mati, namun hari ini aku harus mengalah untuk Umar.
Ketika Abdullah bin Umar kembali, maka ada yang
mengatakan, Lihatlah Abdullah bin Umar telah datang. Umar berkata, “Angkatlah
aku.” Salah seorang menyandarkan Umar ke tubuh anaknya Abdullah bin Umar رضي
الله عنهما.
Umar bertanya kepadanya, “Apa berita yang engkau
bawa?” Dia menjawab, “Sebagaimana yang engkau inginkan wahai Amirul mukminin,
‘Aisyah telah mengizinkan dirimu.” (dimakamkan di sisi dua sahabatmu, pent.)
Maka Umar berkata, “Alhamdulillah, tidak ada yang lebih penting bagiku selain
dari itu, jika aku wafat maka bawalah jenazahku ke sana
dan katakan, ‘Umar bin al-Khaththab minta
izin untuk dapat masuk, jika ia memberikan izin maka bawalah aku masuk, tetapi
jika ia menolak, maka bawalah jenazahku ke pemakaman kaum muslimin’.” Tiba-tiba
datanglah Hafshah beserta rombongan wanita, ketika kami melihat ia masuk maka
kami segera berdiri menghindar, Hafshah duduk di sisinya dan menangis beberapa
saat, tak berapa lama datang rombongan lelaki minta izin untuk dapat menjenguk
umar, maka segera Hafshah masuk ke dalam sambil mempersilahkan rombongan lelaki
menjenguk Umar. Sementara kami masih mendengar isak tangisnya dari dalam.
Orang-orang berkata, “Berilah wasiat wahai amirul
mukminin, pilihlah penggantimu!” Umar berkata, “Aku tidak mendapati ada orang
yang lebih berhak untuk memegang urusan ini (menjadi khalifah) selain dari enam
orang yang Rasulullah صلى الله عليه وسلم rela atas mereka ketika wafatnya.”
Umar menyebutkan nama mereka, Ali, Utsman, az-Zubair, Thalhah, Sa’ad dan
Abdurrahman. Beliau berkata, “Yang menjadi saksi kalian adalah Abdullah bin
Umar, dan ia tidak berhak dipilih. Jika kelak yang terpilih Sa’ad maka dia
berhak untuk itu, jika tidak maka hendaklah kalian memintanya agar menunjuk
siapa yang berhak di antara kalian, sebab aku tidak pernah mencopotnya
disebabkan dia berkhianat ataupun kelemahannya. Aku wasiatkan kepada Khalifah
setelahku agar memperhatikan kaum Muhajirin yang terdahulu keislamannya,
hendaklah dijaga dan diperhatikan hak-hak maupun kehormatan mereka. Aku juga
wasiatkan kepada penggantiku kelak agar memperhatikan kaum Anshar sebaik
mungkin. Merekalah orang-orang yang telah menyiapkan kampung halaman beserta
rumah mereka untuk menampung kaum Muhajirin dan orang-orang yang beriman.
Hendaklah kebaikan mereka dihormati dan diterima dengan baik, dan kejelekan
mereka hendaklah dimaafkan. Aku wasiatkan kepada penggantiku untuk
memperhatikan seluruh penduduk kota sebab mereka adalah para penjaga Islam,
pemasok harta dan pagar pelindung terhadap musuh. Janganlah diambil dari mereka
kecuali kelebihan dari harta mereka dengan kerelaan hati mereka. Aku wasiatkan
juga kepada penggantiku kelak agar memperhatikan dengan baik orang-orang Arab
pedalaman, sebab mereka adalah asalnya bangsa Arab dan personil Islam.
Hendaklah dipungut dari mereka zakat binatang ternak mereka dan disalurkan
kepada orang-orang yang miskin dari mereka. Aku wasiatkan juga kepada
penggantiku kelak agar menjaga seluruh ahli dzimmah. Hendaklah perjanjian
maupun kesepakatan dengan mereka tetap dipelihara. Dan yang diperangi itu
hendaklah orang-orang kafir selain mereka (selain ahli dzimmah). Janganlah
mereka dibebani dengan hal yang tidak dapat mereka pikul.
Ketika Umar wafat maka kami keluar membawa jenazahnya
menuju rumah ‘Aisyah, Abdullah bin Umar mengucapkan salam sambil berkata, “Umar
bin al-Khaththab minta izin agar dapat masuk.” ‘Aisyah menjawab, Bawalah ia
masuk.” Maka jenazah Umar dibawa masuk dan dikebumikan di tempat itu bersama
kedua sahabatnya.41
*Umurnya Ketika Wafat
Masih diperselisihkan berapa usia Umar ketika ia
wafat, dalam masalah ini terdapat sepuluh pendapat. Kemudian Ibnu Katsir
menyebutkan sembilan pendapat saja dengan memulai pendapat yang
didahulukan oleh Ibnu Jarir dalam tarikhnya.
Ibnu Jarir berkata, “Kami diberitahukan oleh Zaid bin
Akhzam ia berkata, Kami diberitahukan oleh Abu Qutaibah dari Jarir bin Hazim
dari Ayyub dari Nafi’ dari Abdullah bin Umar رضي الله عنهما ia berkata, “Umar
terbunuh ketika berusia 55 tahun, ad-Darawardi meriwayatkan dari Ubaidullah bin
Umar, dari Nafi’ dari Abdullah bin Umar. Demikian pula Abdur Razzaq mengatakan
yang sama dari riwayat Ibnu Juraij dari az-Zuhri, adapun Ahmad meriwayatkannya
dari Hasyim dari Ali bin Zaid dari Salim bin Abdullah bin Umar. 42
Setelah itu ia menyebutkan pendapat lain,
“Diriwayatkan dari Amir as-Sya’bi, dia berpendapat, “Ketika Umar wafat ia
berusia enam puluh tiga tahun.”43 Menurutku, inilah pendapat yang masyhur.
Ia juga menyebutkan pendapat al-Madaini, “Umar wafat ketika berusia lima puluh
tujuh tahun.”44
_______________________________________________________________________________________________
31 Ibnu Sa’ad juga megeluarkan semakna dengan ini
dalam ath-Thabaqat al-Kubra, 3/335.
32 Diriwayatkan al-Bukhari dalam Shahihnya, kitab
Fadhail Madinah, bab Karahiyatu an-Nabi an Tu’ra al-Madinah, (4/100 Fathul
Bari).
33 Ath-Thabari berkata 4/190, “Dia beragama
Nasrani,” dalam jilid 4/190 dia berkata, “Abu Luluah berasal dari Nahawand,
setelah itu dia ditawan orang Romawi, setelah itu dia ditawan oleh tentara kaum
muslimin.
34 As-Sifaq yaitu daerah sekitar pusar berupa
kulit yang tipis yang terletak di bawah kulit luar dan di atas daging. (Lisanul
Arab 10/203).
35 Dalam Thabaqat Ibnu Sa’ad, 3/337 dari riwayat
Hushain dari Amr bin Maimun bahwa yang terbunuh sembilan orang, dan mungkin itu
adalah kekeliruan, sebab yang terdapat dalam Shahih al-Bukhari sebagaimana
kelak akan diterangkan hanya tujuh orang yang tewas, dan riwayat ini dari
Hushain dari Amr dari Maimun.
36 Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam Fathul
Bari, 7/ 63, “Di dalam Zail al-Isti’ab karya Ibn Fathun dari jalan Sa’id bin
Yahya al-Umawi dengan sanadnya dia berkata, “Ketika melihat tragedi ini maka
salah seorang dari Muhajirin yang bernama Hatthan at-Tamimi al-Yarbu’i
melemparkan mantelnya.” Dan dikatakan bahwa Riwayat ini yang paling shahih
dibandingkan riwayat Ibnu Sa’ad yang memiliki sanad dhaif dan munqati’ yang
menyatakan bahwa lelaki itu adalah Abdullah bin ‘Auf, yang kemudian memenggal
kepalanya, dia berkata, “Jika jalan ini benar maka bisa jadi kedua orang ini
sama-sama bersekutu dalam membunuhnya.
37 Ath-Thabaqat al-Kubra, 3/ 365, Tarikh
ath-Thabari 4/193.
38 Tarikh ath-Thabari 4/194.
39 Ibid
40 Tulisan ini adalah tambahan dari naskah
aslinya, sengaja kita sebutkan karena begitu pentingnya isi dalamnya dan
sekaligus bersumber dari jalan yang shahih.
41 Kitab Fadhail Shahabah, Bab Qissatul Bai’ah,
(7/59 dari Fathul Bari).
42 Tarikh ath- Thabari 4/197
43 Ibid 4/198, Ibnu Sa’ad menyebutkan hal yang
semakna dalam Thabaqat, 3/365 dari dua jalan Dari Abu Ishaq as-Sabi’iy dan Amir
Ibnu Sa’ad dari Jarir bahwa dia pernah mendengar Muawiyah berkata, “Umar wafat
ketika berusia enam puluh tiga tahun.” Al-Waqidi berkata, “Hadits ini tidak
kami ketahui pernah terdengar di Madinah, pendapat yang paling kuat menurut kami
bahwa dia wafat ketika berusia enam puluh tahun.” Menurutku, Isnad Ibnu Sa’ad
lemah di dalamnya terdapat Hariz Maula Muawiyah, berkata al-Hafizh mengenai
diri perawi ini dalam at-Taqrib no.1195, “Dia majhul (tidak di kenal) dari
thabaqah ke tiga.
44 Lihat Tarikh ath-Thabari 4/ 198, kukatakan,
“Pendapat al-Madaini sesuai dengan apa pendapat pengarang bahwa umurnya ketika
masuk Islam dua puluh tujuh tahun, tepatnya enam tahun setelah Rasul di utus.(
27+7+23=57).
Disalin dari :ترتيب وتهذيب كتاب البداية والنهاية
Judul Asli: Tartib wa Tahdzib Kitab al-Bidayah wan
Nihayah
Penulis: al-Imam al-Hafizh Ibnu Katsir
Pennyusun: Dr.Muhammad bin Shamil as-Sulami
Penerbit: Dar al-Wathan, Riyadh KSA. Cet.I (1422
H./2002 M)
Edisi Indonesia: Al-Bidayah wan-Nihayah Masa Khulafa’ur
Rasyidin
Penerjemah: Abu Ihsan al-AtsariMuraja’ah: Ahmad Amin
Sjihab, LcPenerbit: Darul Haq, Cetakan I (Pertama) Dzulhijjah 1424 H/ Pebruari
2004 M.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar