Pertama
Proses
Terbentuknya Dinasti Abbasiyah – Kekuasaan dinasti Bani Abbas
atau khilafah Abbasyiah,sebagaimana disebutkan,melanjutkan kekuasaan dinasti
Bani Umayyah. Dinamakan Dinasti Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa
dinasti ini adalah keturunan Al-Abbas paman nabi Muhammad saw. Dinasti
Abbasiyah didirikan oleh Abdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah
ibn al-Abbas. Kekuasaannya berlangsung dalam rentang waktu yang panjang,dari
tahun 132 H (750 M) s/d 656 H (1258). Selama dinasti ini berkuasa, pola
pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik,
sosial, dan budaya.[1]
Ketika
Dinasti Umayyah berkuasa Bani Abbas telah melakukan usaha perebutan kekuasaan.
Bani Abbas telah mulai melakukan upaya perebutan kekuasaan sejak masa khalifah
Umar bin Abdul Aziz (717-720 M) berkuasa. Khalifah itu dikenal liberal dan
memberikan toleransi pada kegiatan keluarga Syi’ah. Gerakan itu didahului oleh
saudara-saudara dari Bani abbas, seperti Ali bin Abdullah bin Abbas, Muhammad
serta Ibrahim al-Imam, yang semuanya mengalami kegagalan, meskipun belum
melakukan gerakan yang bersifat politik. Sementara itu Ibrahim meninggal dalam
penjara karena tertangkap, setelah menjalani hukuman kurungan karena melakukan
gerakan makar. Barulah usaha perlawanan itu berhasil ditangan Abu Abbas, setelah
melakukan pembantaian terhadap seluruh Bani Umayyah, termasuk khalifah Marwan
II yang sedang berkuasa.[2]
Orang-orang
Abbasiyah,sebut saja Bani Abbas merasa lebih berhak dari pada Bani Umayyah atas
kekhalifahan Islam, sebab mereka adalah keturunan Bani Hasyim yang secara nasab
keturunan lebih dekat dengan Nabi. Menurut mereka,orang-orang Umayyah secara
paksa menguasai kekhalifahan melalui tragedi perang siffin. Oleh karena itu,
untuk mendirikan Dinasti Abbasiyah mereka mengadakan gerakan yang luar biasa
dalam bentuk pemberontakan terhadap Bani Umayyah.[3]
Pergantian
kekuasaan Dinasti Umayyah oleh Dinasti Bani Abbasiyah diwarnai dengan
pertumpahan darah. Meskipun kedua dinasti ini berlatar belakang agama Islam,
akan tetapi dalam pergantian posisi pemerintahan melalui perlawanan yang
panjang dalam sejarah Islam.
Dalam
sejarah berdirinya Daulah Abbasiyah, menjelang akhir Daulah Amawiyah I, terjadi
bermacam-macam kekacauan yang antara lain disebabkan:
Penindasan
yang terus menerus terhadap pengikut Ali dan Bani Hasyim pada umumnya.
Merendahkan
kaum muslimin yang bukan bangsa Arab sehingga mereka tidak diberi kesempatan
dalam pemerintahan.
Pelanggaran
terhadap ajaran Islam dan hak-hak asasi manusia dengan terang-terangan.[4]
Oleh
karena itu, logis kalau Bani Hasyim mencari jalan keluar dengan mendirikan
gerakan rahasia untuk menumbangkan Daulah Amawiyyah. Gerakan ini menghimpun[5]
a)
Keturunan Ali (Alawiyin) pemimpinnya Abu Salamah
b)
Keturunan Abbas (Abbasiyah) pemimpinnya Ibrahim al-Iman
c)
Keurunan bangsa Persia pemimpinnya Abu Muslim al-Khurasany.
Mereka
memusatkan kegiatannya di Khurasan. Dengan usaha ini, pada tahun 132 H/750 M
tumbanglah Daulah Amawiyah dengan terbunuhnya Marwan ibn Muhammad, Khalifah
terakhir. Dengan terbunuhnya Marwan mulailah berdiri Daulah Abbasiyah dengan
diangkatnya Khalifah pertama, Abdullah ibn Muhammad, dengan gelar Abu al-Abbas
al-Saffah, pada tahun [132-136 H/750-754 M].[6]
Pada
awalnya kekhalifahan Abbasiyah menggunakan Kuffah sebagai pusat
pemerintahan, dengan Abu as-Saffah (750-754 M) sebagai Khalifah pertama.
Khalifah penggantinya, Abu Ja’far al-Mansur (754-775 M) memindahkan pusat
pemerintahan ke Baghdad. Daulah Abbasiyah mengalami pergeseran dalam
mengembangkan pemerintahan. Sehingga dapatlah dikelompokkan masa daulah
Abbasiyah menjadi lima periode sehubungan dengan corak pemerintahan. Sedangkan
menurut asal- usul penguasa selama masa 508 tahun Daulah Abbasiyah mengalami
tiga kali pergantian penguasa. Yaitu Bani Abbas, Bani Buwaihi, dan Bani Saljuk.
Adapun rincian susunan penguasa pemerintahan Bani Abbasiyah ialah sebagai
berikut.
Kedua
Sejarah
Berdirinya Bani Abbasiyah
Kekhalifahan
bani Abbasiyah merupakan kelanjutan dari kekhalifahan bani Umayyah, diman
pendiri bani Abbasiyah adalah keturunan al-Abbas, paman nabi Muhammad SAW yaitu
Abdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali bin Abdullah ibn al-Abbas. Dimana pola
pemerintahan yang di terapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik,
sosial, dan budaya.
Ketika dinasti Umayyah berkuasa bani Abbas telah melakukan usaha perebutan kekuasaan. Bani Abbas telah mulai melakukan upaya perebutan kekuasaan sejak masa khalifah Umar bin Abdul Aziz (717-720 M) berkuasa. Khalifah itu dikenal liberal dan memberikan toleransi pada kegiatan keluarga Syi’ah. Gerakan itu didahului oleh saudara-saudara dari Bani abbas, seperti Ali bin Abdullah bin Abbas, Muhammad serta Ibrahim al-Imam, yang semuanya mengalami kegagalan, meskipun belum melakukan gerakan yang bersifat politik. Sementara itu Ibrahim meninggal dalam penjara karena tertangkap, setelah menjalani hukuman kurungan karena melakukan gerakan makar. Barulah usaha perlawanan itu berhasil ditangan Abu Abbas, setelah melakukan pembantaian terhadap seluruh bani Umayyah, termasuk khalifah Marwan II yang sedang berkuasa.
Orang-orang Abbasiyah, sebut saja bani Abbas merasa lebih berhak dari pada bani Umayyah atas kekhalifahan Islam, sebab mereka adalah keturunan bani Hasyim yang secara nasab keturunan lebih dekat dengan Nabi. Menurut mereka, orang-orang Umayyah secara paksa menguasai kekhalifahan melalui tragedi perang siffin. Oleh karena itu, untuk mendirikan dinasti Abbasiyah mereka mengadakan gerakan yang luar biasa dalam bentuk pemberontakan terhadap bani Umayyah.[1] Propaganda Abbasiyah dilaksanakan dengan strategi yang cukup matang sebagai gerakan rahasia. Akan tetapi Imam Ibrahim pemimpin Abbasiyah yang berkeinginan mendirikan kekuasaan Abbasiyah, gerakannya diketahui oleh khalifah Umayyah terakhir yaitu Marwan bin Muhammad. Ibrahim tertangkap oleh pasukan dinasti Umayyah dan dipenjarakan di Haran sebelum akhirnya di eksekusi. Ia mewasiatkan kepada adiknya yaitu Abul Abbas untuk menggantikan kedudukannya ketika tahu ia akan dibunuh dan memerintahkan untuk pindah ke Kufah dan pemimpin propaganda dibebankan kepada Abu Salamah.
Penguasa Umayyah di Kufah, Yazid bin Umar bin Hubairah ditaklukkan oleh Abbasiyah dan diusir ke Wasit. Abu Salamah selanjutnya berkemah di Kufah yang telah ditaklukkan. Abdullah bin Ali, salah seorang paman Abul abbas diperintahkan untuk mengejar khalifah Umayyah terakhir, Marwan bin Muhammad bersama pasukannya yang melarikan diri. Khalifah ini terus menerus melarikan diri hingga ke Fustat di Mesir dan akhirnya terbunuh di Busir wilayah Al-Fayyum, tahun 132 H/750 M di bawah pimpinan Salih bin Ali, dengan demikian maka tumbanglah kekuasaan dinasti Umayyah dan berdirilah Dinasti Abbasiyah yang dipimpin oleh khalifah pertamanya, yaitu Abul Abbas Ash-Shafah dengan pusat kekuasaan awalnya di Kufah.[2]
Abdullah bin Muhammad alias Abul Al-Abbas diumumkan sebagai khalifah pertama Dinasti Abbasiyah tahun 750 M. Dalam khutbah pelantikan yang disampaikan di Masjid Kufah, ia menyebut dirinya dengan Al-Saffah (penumpah darah) yang akhirnya menjadi julukannya. Hal ini sebenarnya menjadi permulaan yang kurang baik diawal berdirinya dinasti ini, dimana kekuatannya tergantung kepada pembunuhan yang ia jadikan sebagai kebijaksanaan politiknya.[3]
Ketika dinasti Umayyah berkuasa bani Abbas telah melakukan usaha perebutan kekuasaan. Bani Abbas telah mulai melakukan upaya perebutan kekuasaan sejak masa khalifah Umar bin Abdul Aziz (717-720 M) berkuasa. Khalifah itu dikenal liberal dan memberikan toleransi pada kegiatan keluarga Syi’ah. Gerakan itu didahului oleh saudara-saudara dari Bani abbas, seperti Ali bin Abdullah bin Abbas, Muhammad serta Ibrahim al-Imam, yang semuanya mengalami kegagalan, meskipun belum melakukan gerakan yang bersifat politik. Sementara itu Ibrahim meninggal dalam penjara karena tertangkap, setelah menjalani hukuman kurungan karena melakukan gerakan makar. Barulah usaha perlawanan itu berhasil ditangan Abu Abbas, setelah melakukan pembantaian terhadap seluruh bani Umayyah, termasuk khalifah Marwan II yang sedang berkuasa.
Orang-orang Abbasiyah, sebut saja bani Abbas merasa lebih berhak dari pada bani Umayyah atas kekhalifahan Islam, sebab mereka adalah keturunan bani Hasyim yang secara nasab keturunan lebih dekat dengan Nabi. Menurut mereka, orang-orang Umayyah secara paksa menguasai kekhalifahan melalui tragedi perang siffin. Oleh karena itu, untuk mendirikan dinasti Abbasiyah mereka mengadakan gerakan yang luar biasa dalam bentuk pemberontakan terhadap bani Umayyah.[1] Propaganda Abbasiyah dilaksanakan dengan strategi yang cukup matang sebagai gerakan rahasia. Akan tetapi Imam Ibrahim pemimpin Abbasiyah yang berkeinginan mendirikan kekuasaan Abbasiyah, gerakannya diketahui oleh khalifah Umayyah terakhir yaitu Marwan bin Muhammad. Ibrahim tertangkap oleh pasukan dinasti Umayyah dan dipenjarakan di Haran sebelum akhirnya di eksekusi. Ia mewasiatkan kepada adiknya yaitu Abul Abbas untuk menggantikan kedudukannya ketika tahu ia akan dibunuh dan memerintahkan untuk pindah ke Kufah dan pemimpin propaganda dibebankan kepada Abu Salamah.
Penguasa Umayyah di Kufah, Yazid bin Umar bin Hubairah ditaklukkan oleh Abbasiyah dan diusir ke Wasit. Abu Salamah selanjutnya berkemah di Kufah yang telah ditaklukkan. Abdullah bin Ali, salah seorang paman Abul abbas diperintahkan untuk mengejar khalifah Umayyah terakhir, Marwan bin Muhammad bersama pasukannya yang melarikan diri. Khalifah ini terus menerus melarikan diri hingga ke Fustat di Mesir dan akhirnya terbunuh di Busir wilayah Al-Fayyum, tahun 132 H/750 M di bawah pimpinan Salih bin Ali, dengan demikian maka tumbanglah kekuasaan dinasti Umayyah dan berdirilah Dinasti Abbasiyah yang dipimpin oleh khalifah pertamanya, yaitu Abul Abbas Ash-Shafah dengan pusat kekuasaan awalnya di Kufah.[2]
Abdullah bin Muhammad alias Abul Al-Abbas diumumkan sebagai khalifah pertama Dinasti Abbasiyah tahun 750 M. Dalam khutbah pelantikan yang disampaikan di Masjid Kufah, ia menyebut dirinya dengan Al-Saffah (penumpah darah) yang akhirnya menjadi julukannya. Hal ini sebenarnya menjadi permulaan yang kurang baik diawal berdirinya dinasti ini, dimana kekuatannya tergantung kepada pembunuhan yang ia jadikan sebagai kebijaksanaan politiknya.[3]
Ketiga
Sejarah
Berdirinya Dinasti Abbasiyah
Pemerintahan
dinasti Abbasiyah dinisbatkan kepada Al- Abbas, paman Rasulullah, sementara
Khalifah pertama dari pemerintahan ini adalah Abdullah Ash- Sahffah bin
Muhammad bin Ali Bin Abdulah bin Abbas bin Abdul Muthalib.Pada tahun 132 H/750
M, oleh Abul abbas Ash- saffah,dan sekaligus sebagai khalifah pertama.Selama
lima Abad dari tahun 132-656 H ( 750 M- 1258 M).Kemenangan pemikiran yang
pernah dikumandangkan oleh Bani Hasyim ( Alawiyun ) setelah meninggalnya
Rasulullah dengan mengatakan bahwa yang berhak untuk berkuasa adalah keturunana
Rasulullah dan anak-anaknya.
Sebelum
berdirinya Dinasti Abbasiyah terdapat tiga poros utama yang merupakan pusat
kegiatan, anatara satu dengan yang lain memiliki kedudukan tersendiri dalam
memainkan peranya untuk menegakan kekuasaan keluarga besar paman Rasulullah,
Abbas bin Abdul Muthalib.Dari nama Al- Abbas paman Rasulullah inilah nama ini
di sandarkan pada tiga tempat pusat kegiatan, yaitu Humaimah, Kufah,dan
khurasan.
Di
kota Mumaimah bermukim keluarga Abbasiyah, salah seorang pimpinannya bernama
Al-imam Muhammad bin Ali yang merupakan peletak dasar-dasar bagi berdirinya
dinasti Abbasiyah.Para penerang Abbasiyah berjumlah 150 orang di bawah para
pimpinannya yang berjumlah 12 orang dan puncak pimpinannya adalah Muhammad bin
Ali.
Propaganda
Abbasiyah dilaksanakan dengan strategi yang cukup matang sebagai gerakan
rahasia.Akan tetapi,imam Ibrahim pemimpin Abbasiyah yang berkeinginan
mendirikan kekuasaan Abbasiyah,gerakannya diketahui oleh khalifah Ummayah
terakhir,Marwan bin Muhammad. Ibrahim akhirnya tertangkap oleh pasukan dinasti
Umayyah dan dipenjarakan di haran sebelum akhirnya diekskusi. Ia mewasiatka
kepada adiknya Abul Abbas untuk menggantikan kedudukannya ketika tahu bahwa ia
akan terbunuh,dan memerintahkan untuk pindah ke kufah.Sedangkan pemimpin
propaganda dibebankan kepada Abu Salamah.Segeralah Abul Abbas pindah dari
Humaimah ke kufah di iringi oleh para pembesar Abbasiyah yang lain seperti Abu
Ja’far,Isa bin Musa, dan Abdullah bin Ali.
Penguasa
Umayyah di kufah, Yazid bin Umar bin Hubairah, ditaklukan oleh Abbasiyah dan di
usir ke Wasit.Abu Salamah selanjutnya berkemah di kufah yang telah di taklukan
pada tahun 132 H. Abdullah bin Ali, salah seorang paman Abbul Abbas di
perintahkan untuk mengejar khaliffah Umayyah terakhir, marwan bin Muhammad
bersama pasukannya yang melarikan diri, dimana akhirnya dapat di pukul di
dataran rendah sungai Zab. Khlifah itu melarikan diri hingga ke fustat di
mesir, dan akhirnya terbunuh di Busir, wilayah Al- Fayyum, tahun 132 H/750 M.
Dan beririlah Dinasti Abbasiyah yang di pimpin oleh khalifah pertamanya, yaitu
Abbul Abbas Ash- Shaffah dengan pusat kekuasaan awalnya di Kufah.
Keempat
SEJARAH
LAHIRNYA DINASTI ABBASIYAH A. SEJARAH BERDIRINYA DINASTI ABBASIYAH Daulah
Abbasiyah adalah dinasti atau pemerintahan yang namanya dinisbahkan kepada Al
Abbas, paman Nabi Muhammad SAW. Namanya Abdullah bin Abbas bin Abdul Muthalib
bin Hasyim bin Abdul Manaf. Dinasti Abbasiyah didirikan pada tahun 132 H/750 M,
oleh Abul Abbas Ash-Shafah yang sekaligus sebagai khalifah pertama. Abu Abbas
lahir pada tahun 104 H di Hamimah, ibunya bernama Rabithah binti Ubaidillah Al
Haritsi. Beliau dilantik sebagai khalifah pada tanggal 3 Rabiul Awal 132 di
Kuffah. Berdirinya pemerintahan ini dianggap sebagai kemenangan pemikiran yang
pernah dikumandangkan oleh Bani Hasyim (Alawiyun) setelah meninggalnya
Rasulullah dengan mengatakaan bahwa yang berhak untuk berkuasa adalah keturunan
Rasulullah dan anak-anaknya. Istilah Abbasiyah dan Alawiyyin belum muncul dan
dikenal hingga tahun 132 H. Yang ada hanyalah istilah yang lebih umum, yaitu
Bani Hasyim atau Ahlu Bait. Adapun pendiri Bani Abbas ialah Ibrahim Al Imam,
pembangun yang memperkokoh keluarga Bani Abbas. Namun, Ia meninggal terbunuh
sebelum Bani Abbas diproklamirkan kedaulatannya. Abu Abbas, orang yang pertama
kali diangkat sebagai khalifah dan yang memprolamirkan berdirinya Daulah
Abbasiyah. Ia digelari Assafah yang artinya pengancam, karena beliau seorang
yang pemberani dan mampu menghadapi golongan pemberontak. Abu Ja’far Al Mansur,
seorang khalifah yang memperkuat berdirinya Bani Abbasiyah. Kekuasaan Dinasti
.Abbasiyyah atau khilafah Abbasyiah, sebagaimana disebutkan melanjutkan
kekuasaan dinasti Bani Umayyah. Dinamakan Dinasti Abbasiyah karena para pendiri
dan penguasa dinasti ini adalah keturunan Al-Abbas paman Nabi Muhammad SAW.
Kekuasaannya berlangsung dalam rentang waktu yang panjang, dari tahun 132 H
(750 M) s/d 656 H (1258). Selama dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang
diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan budaya.
Ketika Dinasti Umayyah berkuasa Bani Abbas telah melakukan usaha perebutan
kekuasaan. Bani Abbas telah mulai melakukan upaya perebutan kekuasaan sejak
masa khalifah Umar bin Abdul Aziz (717-720 M) berkuasa. Khalifah itu dikenal
liberal dan memberikan toleransi pada kegiatan keluarga Syi’ah. Gerakan itu
didahului oleh saudara-saudara dari Bani abbas, seperti Ali bin Abdullah bin
Abbas, Muhammad serta Ibrahim Al-Imam, yang semuanya mengalami kegagalan,
meskipun belum melakukan gerakan yang bersifat politik. Sementara itu Ibrahim
meninggal dalam penjara karena tertangkap, setelah menjalani hukuman kurungan
karena melakukan gerakan makar. Barulah usaha perlawanan itu berhasil ditangan
Abu Abbas, setelah melakukan pembantaian terhadap seluruh Bani Umayyah,
termasuk khalifah Marwan II yang sedang berkuasa. Orang-orang Abbasiyah, sebut
saja Bani Abbas merasa lebih berhak dari pada Bani Umayyah atas kekhalifahan
Islam, sebab mereka adalah keturunan Bani Hasyim yang secara nasab keturunan
lebih dekat dengan Nabi. Menurut mereka, orang-orang Umayyah secara paksa
menguasai kekhalifahan melalui tragedi perang shiffin. Oleh karena itu, untuk
mendirikan Dinasti ‘Abbasiyah mereka mengadakan gerakan yang luar biasa dalam
bentuk pemberontakan terhadap Bani Umayyah. Pergantian kekuasaan Dinasti
Umayyah oleh Dinasti Abbasiyah diwarnai dengan pertumpahan darah. Meskipun
kedua dinasti ini berlatarbelakang agama Islam, akan tetapi dalam pergantian
posisi pemerintahan melalui perlawanan yang panjang dalam sejarah Islam. Oleh
karena itu, logis kalau Bani Hasyim mencari jalan keluar dengan mendirikan
gerakan rahasia untuk menumbangkan Daulah Umayyah. Gerakan ini menghimpun,
keturunan Ali (Alawiyin) pemimpinnya Abu Salamah, keturunan Abbas (Abbasiyah)
pemimpinnya Ibrahim al-Imam, dan keturunan bangsa Persia pemimpinnya Abu Muslim
al-Khurasani. Mereka memusatkan kegiatannya di Khurasan. Dengan usaha ini, pada
tahun 132 H/750 M tumbanglah Daulah umayyah dengan terbunuhnya Marwan ibn
Muhammad, Khalifah terakhir. Dengan terbunuhnya Marwan mulailah berdiri Daulah
‘Abbasiyah dengan diangkatnya Khalifah pertama, ‘Abdullah ibn Muhammad, dengan
gelar Abu al-‘Abbas al-Saffah, pada tahun [132-136 H/750-754 M]. Pada awalnya
kekhalifahan ‘Abbasiyah menggunakan Kuffah sebagai pusat pemerintahan, dengan
Abu al-Saffah (750-754 M) sebagai Khalifah pertama. Khalifah penggantinya, Abu
Ja’far al-Mansur (754-775 M) memindahkan pusat pemerintahan ke Baghdad dengan
alasan bahwa daerah tersebut merupakan markas militer yang sangat baik. Di
samping itu juga, daerah itu dilintasi sungai Tigris, sehingga bisa berhubungan
denngan Cina, mengeruk hasil laut dan hasil-hasil makanan dari Mesopotamia,
Armenia, dan daerah sekitarnya. Selain Tigris, di sana juga terdapat sungai
Eufrat yang memungkinkan penduduk di sana mendapatkan semua hasil bumi Suriah,
Raqqah, dan daerah sekitarnya. Untuk membangun kotanya, yag rampung dalam waktu
empat tahun, Al-Manshur menghabiskan biaya sebayak 4.883.000 dirham, dan
mempekerjakan seratus ribu arsitek, pengrajin, dan buruh yang berasal dari
Suriah, Mesopotamia dan daerah lainnya dalam wilayah kekuasaannya. Selama
dinasti Abbasiyah berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda
sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan budaya. Berdasarkan perubahan
tersebut, para sejarawan biasanya membagi masa pemerintahan Bani Abbasiyah
dalam empat periode : 1. Masa Abbasiyah I, yaitu semenjak lahirnya Daulah
Abbasiyah tahun 132 H/750 M sampai meninggalnya daulah khalifah Al-Watsiq 232
H/847 M. 2. Masa Abbasiyah II, yaitu mulai khalifah Al-Mutawakkil pada tahun
232 H/847 M sampai berdirinya daulah Buwaihiyah di Baghdad tahun 334 H/946 M.
3. Masa Abbasiyah III, yaitu dari berdirinya daulah Buwaihiyah tahun 334 H
sampai masuknya kaum Saljuk ke Baghdad tahun 447 H/1055 M. 4. Masa Abbasiyah
IV, yaitu masuknya orang-orang Saljuk ke Baghdad tahun 447 H/1055 M sampai
jatuhnya Baghdad ke tangan bangsa Mongol di bawah pimpinan Hulagu Khan tahun
656 H/1258 M. Dalam sudut pandang lain, dikatakan bahwa perkembangan daulah
Abbasiyah dibagi menjadi tiga periode, yakni pertama, tahun 132-232 H dimana
para khalifah Abbasiyah berkuasa penuh. Semua wilayah Islam berada di tangan
kekuasaan Abbasiyah terkecuali Andalusia yang ada di bawah Bani Umayyah. Kedua,
tahun 232-590 H tatkala kekuasaan para khalifah Abbasiyah sebenarnya berada di
tangan orang lain yakni di tangan orang-orang Turki (Atrak), Bani Buwaih dan
Bani Saljuk. Ketiga, tahun 590-659 H kembalinya kekuasaan Abbasiyah di tangan
mereka tetapi wilayah kekuasaannya menyempit, yaitu hanya di sekitar Baghdad
saja. B. SISTEM PEMERINTAHAN ABBASIYAH Kekhalifahan Bani Abbas bertumpu pada
banyak sistem yang pernah dipraktekkan oleh bangsa-bangsa sebelumnya baik yang
muslim maupun non-muslim. Dasar-dasar pemerintahan Abbasiyah diletakkan oleh
khalifah kedua, Abu Ja’far Al-Mansur yang dikenal sebagai pembangun khilafah
tersebut. Sedangkan sebagai pendiri Abbasiyah ialah Abul Abbas as-Shaffah.
Dukungan dan sumbangan bangsa Persia kentara sekali ketika Abbasiyah berdiri
dengan munculnya Abu Muslim Al-Khurrasani dan memang wilayah operasional bangsa
ini berada di bekas reruntuhan kerajaan Persia. Kebangkitan orang-orang Persia
itu antara lain juga karena sudah bosannya mereka terhadap kebijaksanaan
pemerintah Umayyah yang diskriminatif terhadap bangsa non-Arab yang menjadikan
mereka warga negara kelas dua (kaum mawalli). Maka tidak mengherankan bila
kekhalifahan Abbasiyah mengambil nilai-nilai Persia dalam sistem
pemerintahannya. Bangsa Persia mempercayai adanya hak agung raja-raja yang
didapat Tuhan, oleh karena itu para khalifah Abbasiyah memperoleh kekuasaan
untuk mengatur negara langsung dari Allah bukan dari rakyat yang berbeda dari
sistem kekhalifahan yang diterapkan oleh Khulafaurrasyidin yang dipilih oleh
rakyat. Kekuasaan tertinggi mereka diletakkan pada ulama, sehingga
pemerintahannya merupakan sistem teokrasi . Pada periode pertama, pemerintahan
Bani Abbas mencapai masa keemasannya. Secara politis, para khalifah betul-betul
tokoh yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan politik dan agama sekaligus.
Kemakmuran rakyat mencapai tingkat tertinggi. Setelah pemerintahan Abul Abbas
(750-754 M) yang relatif sangat singkat, dilanjutkan dengan pemerintahan Abu
Ja’far Al-Mansur (754-775 M). Dengan keras dia hadapi lawan-lawannya dari
Umayyah, Khawarij, dan juga Syi’ah yang merasa dikucilkan dari kekuasaan. Pada
mulanya ibu kota negara adalah Al-Hasyimiyah, dekat Kufah. Namun untuk lebih memantapkan
dan menjaga stabilitas negara yang baru berdiri itu, Al-Manshur memindahkan ibu
kota negara ke kota yang baru di bangunnya, yaitu Baghdad. Disini Al-Mansur
melakukan konsolidasi dan penertiban pemerintahannya. Dia mengangkat sejumlah
personal untuk menduduki jabatan di lembaga eksekutif dan yudikatif. Di bidang
pemerintahn ini, dia menciptakan tradisi baru dengan mengangkat seorang wazir
sebagai koordinator departemen. Dia juga membentuk lembaga protokol negara,
sekretaris negara dan kepolisian disamping membenahi angkatan bersenjata.
Popularitas daulah Abbasiyah mencapai puncaknya di zaman khalifah Harun
Ar-Rasyid (786-809 M) dan putranya Al-Ma’mun (813-833 M). Tingkat kemakmuran
yang paling tinggi terwujud pada zaman khalifah ini. Kesejahteraan sosial,
kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan serta kesusastraan
berada pada zaman keemasannya. Pada masa inilah negara Islam menempatkan
dirinya sebagai negara terkuat dan tak tertandingi. C. FAKTOR- FAKTOR PENDUKUNG
BERDIRINYA DINASTI ABBASIYAH Jika dilihat dari konteks sosio-historis, ada
beberapa faktor pendukung yang melatar belakangi berdirinya Dinasti Abbasiyah,
diantaranya yaitu sebagai berikut: a. Penindasan yang terus menerus terhadap
pengikut Ali dan Bani Hasyim pada umumnya. b. Merendahkan kaum muslimin yang
bukan bangsa Arab sehingga mereka tidak diberi kesempatan dalam pemerintahan.
c. Meningkatnya kekecewaan kaum mawali terhadap penguasa Bani Umayyah. d.
Adanya kekecewaan dari kaum agamawan terhadap pemerintah Bani Umayyah (hal ini
karena perhatian penguasa terhadap pengembangan agama sangat kurang). e. Adanya
keinginan masyarakat untuk memperoleh pemimpin kharismatik yang dapat
menyelamatkan kehidupan masyarakat. f. Kebencian ‘Alawiyyin terhadap Bani
Umayyah karena tindakan diluar batas, yakni: • Mewajibkan para khatib Jumat
untuk menghina, mencaci, dan melaknat ‘Ali bin Abi Thalib. • Membunuh para
pemimpin ‘Alawiyyin (diantaranya Husein bin ‘Ali bin Abi Thalib, Yahya bin
Zaid, dan Abu Hasyim bin Muhammad bin Al Hanifah). • Mengkhianati perjanjian
Madain (perjanjian antara Muawiyah dan Husein bin ‘Ali). g. Pemerintahan
khalifah-khalifah bani Umayyah selain ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz sangat keras
menekan dan membatasi gerakan-gerakan kaum Alawiyyin. h. Perpecahan suku-suku
bangsa. D. PARA KHALIFAH DINASTI ABBASIYAH Sistem pengangkatan putra mahkota
dalam dinasti ini, mengikuti cara Dinasti Umayyah. Namun ada pemakaian gelar
bagi para khalifahnya, seperti Abu Ja’far. Ia memakai gelar Al-Manshur. Para
khalifah bani Abbasiyah berjumlah 37 khalifah, mereka adalah : NO KHALIFAH NO
KHALIFAH 1 Abul Abbas Ash-Shafah 20 Abul abbas Ahmad Ar-Radi 2 Abu Ja’far
Al-Manshur 21 Abu Ishaq Iabrahim Al-Muttaqi 3 Abu Abdullah Muhammad Al-Mahdi 22
Abul Qasim Abdullah Al-Mustaqfi 4 Abu Muhammad Musa Al-Hadi 23 Abul Qasim
Al-Fadl Al-Mu’ti 5 Abu Ja’far Harun Ar-Rasyid 24 Abul Fadl Abdul Karim At-Thai
6 Abu Musa Muhammad Al-Amin 25 Abul Abbas Ahmad Al-Qadir 7 Abu Ja’far Abdullah
Al-Ma’mun 26 Abu Ja’far Abdullah Al-Qaim 8 Abu Ishaq Muhammad Al-Mu’tashim 27
Abul Qasim Abdullah Al-Muqtadi 9 Abu Ja’far harun Al-Watsiq 28 Abul Abbas Ahmad
Al-Mustadzir 10 Abu Fadl ja’far Al-Mutawakil 29 Abu Manshur Al-Fadl
Al-Mustarsyid 11 Abu Ja’far Muhammad Al-Muntashir 30 Abu Ja’far Al-Mansur
Ar-Rasyid 12 Abul Abbas Ahmad Al-Musta’in 31 Abu Abdullah Muhammad Al-Muqtafi
13 Abu Abdullah Muhammad Al-Mu’taz 32 Abul Mudzafar Al-Mustanjid 14 Abu Ishaq
Muhammad Al-Muhtadi 33 Abu Muhammad Al-Hasan Al-Mustadi 15 Abul Abbas Ahmad
Al-Mu’tamid 34 Abul Abbas Ahmad An-Nasir 16 Abuk Abbas Ahmad Al-Mu’tadid 35 Abu
Nasr Muhammad Az-Zahir 17 Abul Muhammad Ali Al-Muktafi 36 Abu Ja’far Al-Mansur
Al-mustansir 18 Abul Fadl Ja’far Al-Muqtadir 37 Abu Abdullah Al-Mu’tashim
Billah 19 Abu Mansur Muhammad Al-Qahir E. KHALIFAH-KHALIFAH DINASTI ABBASIYAH
YANG BERPENGARUH 1. Khalifah Ja’far Al-Manshur Abu ja’far dilahirkan di kota
Humayyah (Hamimah) Yordania 101 H. Ibu beliau bernama Salamah dan ayahnya
bernama Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas bin Abdul Muthalib. Abu Ja’far
wafat ketika hendak menunaikan ibadah haji di Bir Maimun (Mekkah) tahun 157
H/775 M. Ia adalah saudara Ibrahim al-Imam dan Abu Abbas as-Saffah. Mereka
dikenal sebagai tokoh pendiri Dinasti Abbasiyah. Abu Ja’far selalu mendapat
anugerah kemenangan dalam setiap peperangan melawan Banu Umayah dan
kerusuhan-kerusuhan kaum pemberontak di dalamNegeri dan dalam menekan Imp[erium
Bizantium. Oleh karena itu ia diberi gelar “al-Mansur” (orang yang mendapat
pertolongan Allah).Masa pemerintahan Abu Ja’far al-Mansur satu periode dengan
Kaisar Crusfautin V Di Bizantium, Kaisar Hsuan Tsung (dinasti tang di tiongkok,
dan raja Nagabhata I, Dinasti Bujara Prathihara (india). Al-Mansur memiliki
kepribadian kuat, tegas, berani, cerdas dan memiliki pemikiran cemerlang. Dalam
usia 41 tahun, ia telah menjadi khalifah menggantikan kedudukan Abul Abbas
as-Shaffah yang telah wafat. Diusia yang begitu muda, ia tampil kedepan
menyelesaikan berbagai persoalan yang tengah melanda kekuasaannya.
Keberhasilannya dalam mengatasi persoalan-persoalan dalam negeri Dinasti Bani Abbasiyah,
membawa harum nama Bani Abbas dan memperkuat dasar pemerintahan Dinasti
Abbasiyah. Selain itu, al-Mansur dikenal juga sebagai seorang khalifah yang
agung, tegas, bijaksana, alim, berpikiran maju, pemerintahannya rapi, disegani,
baik budi, dan seorang pemberani.Khalifah Abu Ja’far al-Mansur juga dikatakan
sebagai bapak pembangunan Daulah Bani Abbasia, karena beliaulah sebenarnya
untuk pertama kali yang membuat dan mengatur politik pemerintahan Daulah Bani
Abbasiah. Jalur-jalur administrasi pemerintah mulai dari pusat sampai
daerah-daerah ditata dengan baik dan rapi. Pada waktu itu terjadi kerja sama
yang baik antara kepala qadi., kepala jawatan pajak, kepala polisi rahasia, dan
kepala jawatan pos. Dengan demikian, maka pemerintahan pada masa khalifah Abu
ja’far al-Mansur menjadi tertib dan lancar, sehingga pemerintahannya menjadi
kokoh, maju, dan berhasil membawa umat islam kemasa kejayaan. Abu Ja’far
al-Mansur sangat besar jasanya dalam mengembangkan kebudayaan dan peradaban
islam. Beliau adalah seorang yang cinta ilmu pengetahuan. Melalui kekuasaan dan
hartanya, dia memberikan dorongan dan kesempatan yang luas bagi para
cendikiawan untuk membangun riset ilmu pengetahuan. Buku-buku yang dihasilkan
oleh bangsa diterjemahkan kedalam bahasa Arab. Ilmu falak dan ilmu filsafat
mulai digali dan dikembangkan di pemerintahannya. • Usaha dan Jasa Khalifah Abu
Ja’far al-Mansur Sebagai khalifah Dinasti Abbasiah yang tergolong awal, Abu
Ja’far berpikir dan berjuang keras guna secepat mungkin menciptakan kemajuan-kemajuan
diberbagai bidang kebudayaan. Diantara usaha-usaha untuk menciptakan kemajuan
Dinasti Abbasiyyah adalah sebagai berikut. 1. Pengembangan ilmu pengetahuan
yang dilakukan dengan cara: a. Menyalin buku-buku yang berbahasa asing. b.
Menyusun dan menulis agama. c. Mengundang cendikiawan dari berbagai daerah
untuk mengajar umat islam tentang ilmu pengetahuan. 2. Pengaturan dan
penertiban pemerintahan. 3. Pembinaan keamanan dan stabilitas dalam negeri.
Adapun kelompok-kelompok dalam negeri yang dianggap berbahaya adalah sebagai
berikut. a. Kelompok Abdullah bin Ali b. Abu Muslim al-Khurasani c. Kelompok
Alawiyin 4. Usaha pembinaan politik luar negeri. 5. Usaha peningkatan ekonomi
social. 2. Khalifah Harun Ar-Rasyid Harun al-Rasyid dilahirkan di Ray pada bulan
Februari 763H/145 M. Ayahnya bernama al-Mahdi dan ibunya bernama Khaizurran.
Waktu kecil ia di didik oleh Yahya bin Khalid al-Barmaki. Pada usia 18 tahun
ayahnya telah memberikan beban dan tanggung jawab yang berat dipundaknya,
dengan melantiknya sebagai gubernur di Saifah pada tahun 163 H. Pada tahun 164
H, beliau diberi wewenang untuk mengurusi seluruh wilayah Anbar dan
negeri-negeri di wilayah Afrika Utara. Harun ternyata mampu mengerjakan apa
yang diperintahkan, sehingga pada tahun 165 H Al-Mahdi melantiknya kembali.
Ketika al-Mahdi meninggal dunia pada tahun 170 H, Ia resmi menjadi khalifah
pada usi 23 tahun. Pada bulan September 786 M dalam usia 23 tahun, ia
menggantikan kedudukan saudaranya Musa al-Hadi. Sewaktu menjadi khalifah, ia
banyak memperoleh bantuan dari Yahya ibn Khalid dan dua putranya yaitu Ja’far
dan Fazal bin Yahya. Hraun al-Rasyid adalah khalifah yang kelima dari Dinasti
Abbasiyah. Ia dikenal sebagai pengusaha terbesar didunia pada waktu itu. selain
itu Harun al-Rasyid dikenal sebagai pengusaha yang taat beragama, shaleh dan
dermawan. Bani Abbas mengalami masa kejayaan. Sebab pada masa ini,, terjadi
banyak perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan. Kemajuan ini disebabkan oleh
berbagai kebijakan yang dikeluarkan. Selain itu, Harun al-Rasyid dikenal
sebagai khalifah yang cinta ilmu pengetahuan. • Upaya-upaya dan Jasa-jasa
Khalifah Harun ar-Rasyid 1. Mengembangkan dan memajukan bidang ilmupengetahuan
dan Seni. 2. Membangun gedung-gedung dan sarana Sosial. 3. Memajukan bidang
ekonomi dan industri. 4. Memajukan bidang politik pertahanan dan perluasan
wilayah kekuasaan Dinasti Abbasiyah. 3. Khalifah Al-Makmun Nama lengkap
khalifah ini adalah Abdullah Abdul Abbas al-Makmun, adalah anak Harun ar-Rasyid
yang dilahirkan pada 15 Rabiul Awwal tahun 170 H/786 M. Kelahirannya bertepatan
dengan wafat kakeknya, yaitu Musa al-Hadi, juga bersamaan dengan waktu ayahnya
diangkat menjadi khalifah. Adapun ibu al-Makmun adalah seorang bekas hamba
sahaya bernama Marajil. Dalam riwayat hidupnya disebutkan bahwa al-Makmun
dikenal sebagai pemuda jenius. Dalam usia 5 tahun ia telah mendapatkan
pendidikan agama dan membaca Al-Qur’an dibawah bimbingan Kasa’i dan Yazidi. Ia
juga belajar hadits dari imam Malik di Madinah. Disamping ilmu-ilmu tersebut,
ia juga pandai ilmu sastra, belajar ilmu tata negara, hukum, filsafat,
astronomi, dan sebagainya. Setelah berhasil mengatasi berbagai konflik
internal, terutama dngan saudaranya bernama Al-Ma’mun menanggapi cita-citanya
menjadi khalifah pada tahun 198 H/813 M. Al-Makmun adalah seorang khalifah
termasyhur sepanjang sejarah Dinasti Abbasiyah. Selain sebagai seorang pejuang
yang pemberani, ia juga sebagai pengusaha yang bijaksana. Semangat berkarya,
bijaksana, pengampun, adil, cerdas, dan bebas dalam berpikir, merupakan sifat-sifat
utama yang menonjol dalam pribadi al-Makmun. Pemerintahannya mennandai kemajuan
yang sangat hebat dalam sejarah silam. Selama lebih kurang 21 tahun masa
kepemimpinannya, ia mampu meningalkan warisan intelektual islam yang sangat
berharga. Kemajuan itu merupakan berbagai aspek ilmu pengetahuan, seperti
matematika, astronomi, kedokteran dan filsafat. Sikap yang tidak memihak
membuatnya tidak membedakan agama atau ras apapun. kebebasan berpikir dan
beragama berlaku untuk semua orang. Ia membentuk sebuah dewan pemerintahan
dimana orang muslim dan nonmuslim berpartisipasi didalamnya. Minat al-Makmun
terhadap agama sangat besar, terutama ynag berkaitan dengan ajaran kebebasan
berkehendak dan takdir, ia cenderung berpaham Mu’tazilah. Pemikiran ini
ditekankan pada kaum intelektual islam yang mengatakan bahwa al-Qur’an bersifat
azali atau qadim. Sekitar tahun 212 H/287 M Al-Makmun mengumumkan bahwa doktrin
Mu’tazilah dinyatakan sebagai paham ersmi negara. Sedangkan ajaran lama
(ortodoks) dipandang sebagai paham bidah. Pada saat yang sama ia memerintahkan
seluruh pejabat begara agar memuliakan khalifah Ali bin Abi Thalib sebagai
makhluk Allah yang termulia setelah Nabi Muhammad SAW. Pada tahun 218 H/833 M
keluar sebuah dekrit yang memerintahkan agar hakim dan ulama meninggalkan
ketidak benaran paham keabadian Al-Qur’an. Sebagian ahli pikir menerima
perintah tersebut, semata-mata karena takut kepada khalifah al-Makmun. Namun
sebagian kecil diantara mereka tetap teguh pada pendiriannya, sekalipun hrus
menanggung derita, seperti Ahmad bin Hambal yang menjalani hukuman penjara dan
hukuman cambuk karena menolak perintsh tersebut. Dua penguasa pengganti
al-Makmun tetap memberlakukan dekrit tersebut. • Upaya-upaya Abdullah Al-Makmun
Khalifah Abdullah al-Makmun selama menjabat sebagai pemimpin Daulah Abbasiyah
telah berusaha melakukan perbaikan-perbaikan hal-hal sebagai berikut. 1.
Menghentikan berbagai gerakan pemberontakan untuk menciptakan stabilitas dalam
negeri. Berikut berbagai gerakan pemberontakan yang berhasil diatasi: a.
Pemberontakan Abu Saraya di Kufah. b. Pemberontakan Nasr bin Syabas. c.
Pemberontakan Zatti. d. Pemberontakan orang-orang Mesir. e. Pemberontakan
Ibrahim (paman al-Ma’mun). 2. Penertiban administrasi negara untuk penataan
kembali sistem pemerintahan. 3. Membentuk badan intelejen. 4. Pembentukan badan
negara. 5. Toleransi beragama. 6. Pembentukan Baitul Hikmah (Perpustakaan) dan
majelis Munazarah atau suatu lembaga perkumpulan sarjana muslim membahas ilmu
pengetahuan. 7. Dibentuk Korps Ulama. 8. Adapun tokoh utama pada masa ini
adalah: Al Fazari ahli astronomi. Abu Ali Al Hasan bin Haitam ahli optika. Ibnu
Hayyan dan Abu Bakar Zakaria ahli kimia. Abul Hasan Ali Mas’udi ahli geografi.
Al Razi, Ibnu Sina, dan Al Faraby ahli kedokteran dan filosof. Abu Raihan
Muhammad Al Baiquni ahli fisika. Imam Bukhori dan Imam Muslim ahli hadits. Al
Tabari ahli tafsir. Ibnu Hisyam ahli sejarah. F. RUANG LINGKUP WILAYAH DINASTI
ABBASIYAH Pemerintahan daulah Bani Abbasiyah merupakan kelanjutan dari
pemerintahan daulah Bani Umayyah yang telah hancur di Damaskus. Meskipun
demikian, terdapat perbedaan antara kekuasaan dinasti Bani Abbasiyah dengan
kekuasaan dinasti Bani Umayyah, diantaranya adalah: a. Dinasti Umayyah sangat
bersifat Arab Oriented, artinya dalam segala hal para pejabatnya berasal dari
keturunan Arab murni, begitu pula corak peradaban yang dihasilkan pada dinasti
ini. b. Dinasti Abbasiyah, disamping bersifat Arab murni, juga sedikit banyak
telah terpengaruh dengan corak pemikiran dan peradaban Persia, Romawi Timur,
Mesir dan sebagainya. Pada masa pemerintahan dinasti Abbasiyah, luas wilayah
kekuasaan Islam semakin bertambah, meliputi wilayah yang telah dikuasai Bani
Umayyah, antara lain Hijaz, Yaman Utara dan Selatan, Oman, Kuwait, Irak, Iran
(Persia), Yordania, Palestina, Lebanon, Mesir, Tunisia, Al-Jazair, Maroko,
Spanyol, Afganistan dan Pakistan, dan meluas sampai ke Turki, Cina dan juga
India. KESIMPULAN 1. Daulah Abbasiyah adalah dinasti atau pemerintahan yang
namanya dinisbahkan kepada Al Abbas, paman Nabi Muhammad SAW. 2. Dinasti
Abbasiyah didirikan pada tahun 132 H/750 M, oleh Abul Abbas Ash-Shafah yang
sekaligus sebagai khalifah pertama. 3. Adapun pendiri Bani Abbas ialah Ibrahim
Al Imam, pembangun yang memperkokoh keluarga Bani Abbas. Namun, Ia meninggal
terbunuh sebelum Bani Abbas diproklamirkan kedaulatannya. 4. Abu Abbas digelari
Assafah yang artinya pengancam, karena beliau seorang yang pemberani dan mampu
menghadapi golongan pemberontak. 5. Kekuasaan Bani Abbasiyah berlangsung dalam
rentang waktu yang panjang, dari tahun 132 H (750 M) s/d 656 H (1258 M). 6.
Selama dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda
sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan budaya. 7. Orang-orang Abbasiyah
merasa lebih berhak dari pada Bani Umayyah atas kekhalifahan Islam, sebab
mereka adalah keturunan Bani Hasyim yang secara nasab keturunan lebih dekat
dengan Nabi. 8. Pada tahun 132 H/750 M tumbanglah Daulah umayyah dengan
terbunuhnya Marwan ibn Muhammad, Khalifah terakhir. 9. Pada awal kekhalifahan
Abbasiyah menggunakan Kuffah sebagai pusat pemerintahan, dengan Abu al-Saffah
(750-754 M) sebagai Khalifah pertama. Khalifah penggantinya, Abu Ja’far
al-Mansur (754-775 M) memindahkan pusat pemerintahan ke Baghdad dengan alasan
bahwa daerah tersebut merupakan markas militer yang sangat baik. 10. Sistem
pengangkatan putra mahkota dalam dinasti Abbasiyah, mengikuti cara Dinasti
Umayyah. Namun ada pemakaian gelar bagi para khalifahnya, seperti Abu Ja’far.
Ia memakai gelar Al-Manshur. Para khalifah bani Abbasiyah berjumlah 37
khalifah. 11. Khalifah-khalifah Bani Abbasiyah yang sangat menonjol diantaranya
yaitu Khalifah Ja’far Al-Manshur, Khalifah Harun Ar-Rasyid, dan Khalifah
Al-Makmun. 12. Pada masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah, luas wilayah kekuasaan
Islam semakin bertambah, meliputi wilayah yang telah dikuasai Bani Umayyah,
antara lain Hijaz, Yaman Utara dan Selatan, Oman, Kuwait, Irak, Iran (Persia),
Yordania, Palestina, Lebanon, Mesir, Tunisia, Al-Jazair, Maroko, Spanyol,
Afganistan dan Pakistan, dan meluas sampai ke Turki, Cina dan juga India.
DAFTAR PUSTAKA Su’ud, Abu. 2003. Islamologi, Cet. I. Jakarta: PT.Rineka Cipta.
Yatim, Badri. 2010. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada.
Karim, M. Abdul. 2007. Sejarah Pemikiran Dan Peradaban Islam. Cet.I.Yogyakarta:
Pustaka Book Publisher. Sunanto, Musyrifah. 2003. Sejarah Islam Klasik, Cet. I.
Bogor: Prenada Media. Hitti, Philip K. 2008. History of Arabs; From the
Earliest Times to the Present, Diterjemahkan oleh R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi
Slamet Riyadi. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta. Ali, K Sejarah Islam (Tarikh
Pramodern), Jakarta. Rajagrafindo Persada. Murodi. MA, Sejarah Kebudayaan Islam
MA, Karya Toha Putra. Nurhakim, Moh. 2004. Sejarah dan Peradaban Islam, Malang.
UMM.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar