Minggu, 18 Juni 2017

fase dinasti bani abbasiyah

Pertama
Proses Terbentuknya Dinasti Abbasiyah – Kekuasaan dinasti Bani Abbas atau khilafah Abbasyiah,sebagaimana disebutkan,melanjutkan kekuasaan dinasti Bani Umayyah. Dinamakan Dinasti Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa dinasti ini adalah keturunan Al-Abbas paman nabi Muhammad saw. Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abbas. Kekuasaannya berlangsung dalam rentang waktu yang panjang,dari tahun 132 H (750 M) s/d 656 H (1258). Selama dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan budaya.[1]
Ketika Dinasti Umayyah berkuasa Bani Abbas telah melakukan usaha perebutan kekuasaan. Bani Abbas telah mulai melakukan upaya perebutan kekuasaan sejak masa khalifah Umar bin Abdul Aziz (717-720 M) berkuasa. Khalifah itu dikenal liberal dan memberikan toleransi pada kegiatan keluarga Syi’ah. Gerakan itu didahului oleh saudara-saudara dari Bani abbas, seperti Ali bin Abdullah bin Abbas, Muhammad serta Ibrahim al-Imam, yang semuanya mengalami kegagalan, meskipun belum melakukan gerakan yang bersifat politik. Sementara itu Ibrahim meninggal dalam penjara karena tertangkap, setelah menjalani hukuman kurungan karena melakukan gerakan makar. Barulah usaha perlawanan itu berhasil ditangan Abu Abbas, setelah melakukan pembantaian terhadap seluruh Bani Umayyah, termasuk khalifah Marwan II yang sedang berkuasa.[2]
Orang-orang Abbasiyah,sebut saja Bani Abbas merasa lebih berhak dari pada Bani Umayyah atas kekhalifahan Islam, sebab mereka adalah keturunan Bani Hasyim yang secara nasab keturunan lebih dekat dengan Nabi. Menurut mereka,orang-orang Umayyah secara paksa menguasai kekhalifahan melalui tragedi perang siffin. Oleh karena itu, untuk mendirikan Dinasti Abbasiyah mereka mengadakan gerakan yang luar biasa dalam bentuk pemberontakan terhadap Bani Umayyah.[3]
Pergantian kekuasaan Dinasti Umayyah oleh Dinasti Bani Abbasiyah diwarnai dengan pertumpahan darah. Meskipun kedua dinasti ini berlatar belakang agama Islam, akan tetapi dalam pergantian posisi pemerintahan melalui perlawanan yang panjang dalam sejarah Islam.
Dalam sejarah berdirinya Daulah Abbasiyah, menjelang akhir Daulah Amawiyah I, terjadi bermacam-macam kekacauan yang antara lain disebabkan:
Penindasan yang terus menerus terhadap pengikut Ali dan Bani Hasyim pada umumnya.
Merendahkan kaum muslimin yang bukan bangsa Arab sehingga mereka tidak diberi kesempatan dalam pemerintahan.
Pelanggaran terhadap ajaran Islam dan hak-hak asasi manusia dengan terang-terangan.[4]
Oleh karena itu, logis kalau Bani Hasyim mencari jalan keluar dengan mendirikan gerakan rahasia untuk menumbangkan Daulah Amawiyyah. Gerakan ini menghimpun[5]
a)      Keturunan Ali (Alawiyin) pemimpinnya Abu Salamah
b)      Keturunan Abbas  (Abbasiyah) pemimpinnya Ibrahim al-Iman
c)      Keurunan bangsa Persia pemimpinnya Abu Muslim al-Khurasany.
Mereka memusatkan kegiatannya di Khurasan. Dengan usaha ini, pada tahun 132 H/750 M tumbanglah Daulah Amawiyah dengan terbunuhnya Marwan ibn Muhammad, Khalifah terakhir. Dengan terbunuhnya Marwan mulailah berdiri Daulah Abbasiyah dengan diangkatnya Khalifah pertama, Abdullah ibn Muhammad, dengan gelar Abu al-Abbas al-Saffah, pada tahun [132-136 H/750-754 M].[6]
Pada awalnya kekhalifahan Abbasiyah menggunakan Kuffah sebagai  pusat pemerintahan, dengan Abu as-Saffah (750-754 M) sebagai Khalifah pertama. Khalifah penggantinya, Abu Ja’far al-Mansur (754-775 M) memindahkan pusat pemerintahan ke Baghdad. Daulah Abbasiyah mengalami pergeseran dalam mengembangkan pemerintahan. Sehingga dapatlah dikelompokkan masa daulah Abbasiyah menjadi lima periode sehubungan dengan corak pemerintahan. Sedangkan menurut asal- usul penguasa selama masa 508 tahun Daulah Abbasiyah mengalami tiga kali pergantian penguasa. Yaitu Bani Abbas, Bani Buwaihi, dan Bani Saljuk. Adapun rincian susunan penguasa pemerintahan Bani Abbasiyah ialah sebagai berikut.

Kedua
Sejarah Berdirinya Bani Abbasiyah
Kekhalifahan bani Abbasiyah merupakan kelanjutan dari kekhalifahan bani Umayyah, diman pendiri bani Abbasiyah adalah keturunan al-Abbas, paman nabi Muhammad SAW yaitu Abdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali bin Abdullah ibn al-Abbas. Dimana pola pemerintahan yang di terapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan budaya.
Ketika dinasti Umayyah berkuasa bani Abbas telah melakukan usaha perebutan kekuasaan. Bani Abbas telah mulai melakukan upaya perebutan kekuasaan sejak masa khalifah Umar bin Abdul Aziz (717-720 M) berkuasa. Khalifah itu dikenal liberal dan memberikan toleransi pada kegiatan keluarga Syi’ah. Gerakan itu didahului oleh saudara-saudara dari Bani abbas, seperti Ali bin Abdullah bin Abbas, Muhammad serta Ibrahim al-Imam, yang semuanya mengalami kegagalan, meskipun belum melakukan gerakan yang bersifat politik. Sementara itu Ibrahim meninggal dalam penjara karena tertangkap, setelah menjalani hukuman kurungan karena melakukan gerakan makar. Barulah usaha perlawanan itu berhasil ditangan Abu Abbas, setelah melakukan pembantaian terhadap seluruh bani Umayyah, termasuk khalifah Marwan II yang sedang berkuasa.
Orang-orang Abbasiyah, sebut saja bani Abbas merasa lebih berhak dari pada bani Umayyah atas kekhalifahan Islam, sebab mereka adalah keturunan bani Hasyim yang secara nasab keturunan lebih dekat dengan Nabi. Menurut mereka, orang-orang Umayyah secara paksa menguasai kekhalifahan melalui tragedi perang siffin. Oleh karena itu, untuk mendirikan dinasti Abbasiyah mereka mengadakan gerakan yang luar biasa dalam bentuk pemberontakan terhadap bani Umayyah.[1] Propaganda Abbasiyah dilaksanakan dengan strategi yang cukup matang sebagai gerakan rahasia. Akan tetapi Imam Ibrahim pemimpin Abbasiyah yang berkeinginan mendirikan kekuasaan Abbasiyah, gerakannya diketahui oleh khalifah Umayyah terakhir yaitu Marwan bin Muhammad. Ibrahim tertangkap oleh pasukan dinasti Umayyah dan dipenjarakan di Haran sebelum akhirnya di eksekusi. Ia mewasiatkan kepada adiknya yaitu Abul Abbas untuk menggantikan kedudukannya ketika tahu ia akan dibunuh dan memerintahkan untuk pindah ke Kufah dan pemimpin propaganda dibebankan kepada Abu Salamah.
Penguasa Umayyah di Kufah, Yazid bin Umar bin Hubairah ditaklukkan oleh Abbasiyah dan diusir ke Wasit. Abu Salamah selanjutnya berkemah di Kufah yang telah ditaklukkan. Abdullah bin Ali, salah seorang paman Abul abbas diperintahkan untuk mengejar khalifah Umayyah terakhir, Marwan bin Muhammad bersama pasukannya yang melarikan diri. Khalifah ini terus menerus melarikan diri hingga ke Fustat di Mesir dan akhirnya terbunuh di Busir wilayah Al-Fayyum, tahun 132 H/750 M di bawah pimpinan Salih bin Ali, dengan demikian maka tumbanglah kekuasaan dinasti Umayyah dan berdirilah Dinasti Abbasiyah yang dipimpin oleh khalifah pertamanya, yaitu Abul Abbas Ash-Shafah dengan pusat kekuasaan awalnya di Kufah.[2]
Abdullah bin Muhammad alias Abul Al-Abbas diumumkan sebagai khalifah pertama Dinasti Abbasiyah tahun 750 M. Dalam khutbah pelantikan yang disampaikan di Masjid Kufah, ia menyebut dirinya dengan Al-Saffah (penumpah darah) yang akhirnya menjadi julukannya. Hal ini sebenarnya menjadi permulaan yang kurang baik diawal berdirinya dinasti ini, dimana kekuatannya tergantung kepada pembunuhan yang ia jadikan sebagai kebijaksanaan politiknya.[3] 
Ketiga
 Sejarah Berdirinya Dinasti Abbasiyah
Pemerintahan dinasti Abbasiyah dinisbatkan kepada Al- Abbas, paman Rasulullah, sementara Khalifah pertama dari pemerintahan ini adalah Abdullah Ash- Sahffah bin Muhammad bin Ali Bin Abdulah bin Abbas bin Abdul Muthalib.Pada tahun 132 H/750 M, oleh Abul abbas Ash- saffah,dan sekaligus sebagai khalifah pertama.Selama lima Abad dari tahun 132-656 H ( 750 M- 1258 M).Kemenangan pemikiran yang pernah dikumandangkan oleh Bani Hasyim ( Alawiyun ) setelah meninggalnya Rasulullah dengan mengatakan bahwa yang berhak untuk berkuasa adalah keturunana Rasulullah dan anak-anaknya.
Sebelum berdirinya Dinasti Abbasiyah terdapat tiga poros utama yang merupakan pusat kegiatan, anatara satu dengan yang lain memiliki kedudukan tersendiri dalam memainkan peranya untuk menegakan kekuasaan keluarga besar paman Rasulullah, Abbas bin Abdul Muthalib.Dari nama Al- Abbas paman Rasulullah inilah nama ini di sandarkan pada tiga tempat pusat kegiatan, yaitu Humaimah, Kufah,dan khurasan.
Di kota Mumaimah bermukim keluarga Abbasiyah, salah seorang pimpinannya bernama Al-imam Muhammad bin Ali yang merupakan peletak dasar-dasar bagi berdirinya dinasti Abbasiyah.Para penerang Abbasiyah berjumlah 150 orang di bawah para pimpinannya yang berjumlah 12 orang dan puncak pimpinannya adalah Muhammad bin Ali.
Propaganda Abbasiyah dilaksanakan dengan strategi yang cukup matang sebagai gerakan rahasia.Akan tetapi,imam Ibrahim pemimpin Abbasiyah yang berkeinginan mendirikan kekuasaan Abbasiyah,gerakannya diketahui oleh khalifah Ummayah terakhir,Marwan bin Muhammad. Ibrahim akhirnya tertangkap oleh pasukan dinasti Umayyah dan dipenjarakan di haran sebelum akhirnya diekskusi. Ia mewasiatka kepada adiknya Abul Abbas untuk menggantikan kedudukannya ketika tahu bahwa ia akan terbunuh,dan memerintahkan untuk pindah ke kufah.Sedangkan pemimpin propaganda dibebankan kepada Abu Salamah.Segeralah Abul Abbas pindah dari Humaimah ke kufah di iringi oleh para pembesar Abbasiyah yang lain seperti Abu Ja’far,Isa bin Musa, dan Abdullah bin Ali.
Penguasa Umayyah di kufah, Yazid bin Umar bin Hubairah, ditaklukan oleh Abbasiyah dan di usir ke Wasit.Abu Salamah selanjutnya berkemah di kufah yang telah di taklukan pada tahun 132 H. Abdullah bin Ali, salah seorang paman Abbul Abbas di perintahkan untuk mengejar khaliffah Umayyah terakhir, marwan bin Muhammad bersama pasukannya yang melarikan diri, dimana akhirnya dapat di pukul di dataran rendah sungai Zab. Khlifah itu melarikan diri hingga ke fustat di mesir, dan akhirnya terbunuh di Busir, wilayah Al- Fayyum, tahun 132 H/750 M. Dan beririlah Dinasti Abbasiyah yang di pimpin oleh khalifah pertamanya, yaitu Abbul Abbas Ash- Shaffah dengan pusat kekuasaan awalnya di Kufah.
Keempat
SEJARAH LAHIRNYA DINASTI ABBASIYAH A. SEJARAH BERDIRINYA DINASTI ABBASIYAH Daulah Abbasiyah adalah dinasti atau pemerintahan yang namanya dinisbahkan kepada Al Abbas, paman Nabi Muhammad SAW. Namanya Abdullah bin Abbas bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdul Manaf. Dinasti Abbasiyah didirikan pada tahun 132 H/750 M, oleh Abul Abbas Ash-Shafah yang sekaligus sebagai khalifah pertama. Abu Abbas lahir pada tahun 104 H di Hamimah, ibunya bernama Rabithah binti Ubaidillah Al Haritsi. Beliau dilantik sebagai khalifah pada tanggal 3 Rabiul Awal 132 di Kuffah. Berdirinya pemerintahan ini dianggap sebagai kemenangan pemikiran yang pernah dikumandangkan oleh Bani Hasyim (Alawiyun) setelah meninggalnya Rasulullah dengan mengatakaan bahwa yang berhak untuk berkuasa adalah keturunan Rasulullah dan anak-anaknya. Istilah Abbasiyah dan Alawiyyin belum muncul dan dikenal hingga tahun 132 H. Yang ada hanyalah istilah yang lebih umum, yaitu Bani Hasyim atau Ahlu Bait. Adapun pendiri Bani Abbas ialah Ibrahim Al Imam, pembangun yang memperkokoh keluarga Bani Abbas. Namun, Ia meninggal terbunuh sebelum Bani Abbas diproklamirkan kedaulatannya. Abu Abbas, orang yang pertama kali diangkat sebagai khalifah dan yang memprolamirkan berdirinya Daulah Abbasiyah. Ia digelari Assafah yang artinya pengancam, karena beliau seorang yang pemberani dan mampu menghadapi golongan pemberontak. Abu Ja’far Al Mansur, seorang khalifah yang memperkuat berdirinya Bani Abbasiyah. Kekuasaan Dinasti .Abbasiyyah atau khilafah Abbasyiah, sebagaimana disebutkan melanjutkan kekuasaan dinasti Bani Umayyah. Dinamakan Dinasti Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa dinasti ini adalah keturunan Al-Abbas paman Nabi Muhammad SAW. Kekuasaannya berlangsung dalam rentang waktu yang panjang, dari tahun 132 H (750 M) s/d 656 H (1258). Selama dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan budaya. Ketika Dinasti Umayyah berkuasa Bani Abbas telah melakukan usaha perebutan kekuasaan. Bani Abbas telah mulai melakukan upaya perebutan kekuasaan sejak masa khalifah Umar bin Abdul Aziz (717-720 M) berkuasa. Khalifah itu dikenal liberal dan memberikan toleransi pada kegiatan keluarga Syi’ah. Gerakan itu didahului oleh saudara-saudara dari Bani abbas, seperti Ali bin Abdullah bin Abbas, Muhammad serta Ibrahim Al-Imam, yang semuanya mengalami kegagalan, meskipun belum melakukan gerakan yang bersifat politik. Sementara itu Ibrahim meninggal dalam penjara karena tertangkap, setelah menjalani hukuman kurungan karena melakukan gerakan makar. Barulah usaha perlawanan itu berhasil ditangan Abu Abbas, setelah melakukan pembantaian terhadap seluruh Bani Umayyah, termasuk khalifah Marwan II yang sedang berkuasa. Orang-orang Abbasiyah, sebut saja Bani Abbas merasa lebih berhak dari pada Bani Umayyah atas kekhalifahan Islam, sebab mereka adalah keturunan Bani Hasyim yang secara nasab keturunan lebih dekat dengan Nabi. Menurut mereka, orang-orang Umayyah secara paksa menguasai kekhalifahan melalui tragedi perang shiffin. Oleh karena itu, untuk mendirikan Dinasti ‘Abbasiyah mereka mengadakan gerakan yang luar biasa dalam bentuk pemberontakan terhadap Bani Umayyah. Pergantian kekuasaan Dinasti Umayyah oleh Dinasti Abbasiyah diwarnai dengan pertumpahan darah. Meskipun kedua dinasti ini berlatarbelakang agama Islam, akan tetapi dalam pergantian posisi pemerintahan melalui perlawanan yang panjang dalam sejarah Islam. Oleh karena itu, logis kalau Bani Hasyim mencari jalan keluar dengan mendirikan gerakan rahasia untuk menumbangkan Daulah Umayyah. Gerakan ini menghimpun, keturunan Ali (Alawiyin) pemimpinnya Abu Salamah, keturunan Abbas (Abbasiyah) pemimpinnya Ibrahim al-Imam, dan keturunan bangsa Persia pemimpinnya Abu Muslim al-Khurasani. Mereka memusatkan kegiatannya di Khurasan. Dengan usaha ini, pada tahun 132 H/750 M tumbanglah Daulah umayyah dengan terbunuhnya Marwan ibn Muhammad, Khalifah terakhir. Dengan terbunuhnya Marwan mulailah berdiri Daulah ‘Abbasiyah dengan diangkatnya Khalifah pertama, ‘Abdullah ibn Muhammad, dengan gelar Abu al-‘Abbas al-Saffah, pada tahun [132-136 H/750-754 M]. Pada awalnya kekhalifahan ‘Abbasiyah menggunakan Kuffah sebagai pusat pemerintahan, dengan Abu al-Saffah (750-754 M) sebagai Khalifah pertama. Khalifah penggantinya, Abu Ja’far al-Mansur (754-775 M) memindahkan pusat pemerintahan ke Baghdad dengan alasan bahwa daerah tersebut merupakan markas militer yang sangat baik. Di samping itu juga, daerah itu dilintasi sungai Tigris, sehingga bisa berhubungan denngan Cina, mengeruk hasil laut dan hasil-hasil makanan dari Mesopotamia, Armenia, dan daerah sekitarnya. Selain Tigris, di sana juga terdapat sungai Eufrat yang memungkinkan penduduk di sana mendapatkan semua hasil bumi Suriah, Raqqah, dan daerah sekitarnya. Untuk membangun kotanya, yag rampung dalam waktu empat tahun, Al-Manshur menghabiskan biaya sebayak 4.883.000 dirham, dan mempekerjakan seratus ribu arsitek, pengrajin, dan buruh yang berasal dari Suriah, Mesopotamia dan daerah lainnya dalam wilayah kekuasaannya. Selama dinasti Abbasiyah berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan budaya. Berdasarkan perubahan tersebut, para sejarawan biasanya membagi masa pemerintahan Bani Abbasiyah dalam empat periode : 1. Masa Abbasiyah I, yaitu semenjak lahirnya Daulah Abbasiyah tahun 132 H/750 M sampai meninggalnya daulah khalifah Al-Watsiq 232 H/847 M. 2. Masa Abbasiyah II, yaitu mulai khalifah Al-Mutawakkil pada tahun 232 H/847 M sampai berdirinya daulah Buwaihiyah di Baghdad tahun 334 H/946 M. 3. Masa Abbasiyah III, yaitu dari berdirinya daulah Buwaihiyah tahun 334 H sampai masuknya kaum Saljuk ke Baghdad tahun 447 H/1055 M. 4. Masa Abbasiyah IV, yaitu masuknya orang-orang Saljuk ke Baghdad tahun 447 H/1055 M sampai jatuhnya Baghdad ke tangan bangsa Mongol di bawah pimpinan Hulagu Khan tahun 656 H/1258 M. Dalam sudut pandang lain, dikatakan bahwa perkembangan daulah Abbasiyah dibagi menjadi tiga periode, yakni pertama, tahun 132-232 H dimana para khalifah Abbasiyah berkuasa penuh. Semua wilayah Islam berada di tangan kekuasaan Abbasiyah terkecuali Andalusia yang ada di bawah Bani Umayyah. Kedua, tahun 232-590 H tatkala kekuasaan para khalifah Abbasiyah sebenarnya berada di tangan orang lain yakni di tangan orang-orang Turki (Atrak), Bani Buwaih dan Bani Saljuk. Ketiga, tahun 590-659 H kembalinya kekuasaan Abbasiyah di tangan mereka tetapi wilayah kekuasaannya menyempit, yaitu hanya di sekitar Baghdad saja. B. SISTEM PEMERINTAHAN ABBASIYAH Kekhalifahan Bani Abbas bertumpu pada banyak sistem yang pernah dipraktekkan oleh bangsa-bangsa sebelumnya baik yang muslim maupun non-muslim. Dasar-dasar pemerintahan Abbasiyah diletakkan oleh khalifah kedua, Abu Ja’far Al-Mansur yang dikenal sebagai pembangun khilafah tersebut. Sedangkan sebagai pendiri Abbasiyah ialah Abul Abbas as-Shaffah. Dukungan dan sumbangan bangsa Persia kentara sekali ketika Abbasiyah berdiri dengan munculnya Abu Muslim Al-Khurrasani dan memang wilayah operasional bangsa ini berada di bekas reruntuhan kerajaan Persia. Kebangkitan orang-orang Persia itu antara lain juga karena sudah bosannya mereka terhadap kebijaksanaan pemerintah Umayyah yang diskriminatif terhadap bangsa non-Arab yang menjadikan mereka warga negara kelas dua (kaum mawalli). Maka tidak mengherankan bila kekhalifahan Abbasiyah mengambil nilai-nilai Persia dalam sistem pemerintahannya. Bangsa Persia mempercayai adanya hak agung raja-raja yang didapat Tuhan, oleh karena itu para khalifah Abbasiyah memperoleh kekuasaan untuk mengatur negara langsung dari Allah bukan dari rakyat yang berbeda dari sistem kekhalifahan yang diterapkan oleh Khulafaurrasyidin yang dipilih oleh rakyat. Kekuasaan tertinggi mereka diletakkan pada ulama, sehingga pemerintahannya merupakan sistem teokrasi . Pada periode pertama, pemerintahan Bani Abbas mencapai masa keemasannya. Secara politis, para khalifah betul-betul tokoh yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan politik dan agama sekaligus. Kemakmuran rakyat mencapai tingkat tertinggi. Setelah pemerintahan Abul Abbas (750-754 M) yang relatif sangat singkat, dilanjutkan dengan pemerintahan Abu Ja’far Al-Mansur (754-775 M). Dengan keras dia hadapi lawan-lawannya dari Umayyah, Khawarij, dan juga Syi’ah yang merasa dikucilkan dari kekuasaan. Pada mulanya ibu kota negara adalah Al-Hasyimiyah, dekat Kufah. Namun untuk lebih memantapkan dan menjaga stabilitas negara yang baru berdiri itu, Al-Manshur memindahkan ibu kota negara ke kota yang baru di bangunnya, yaitu Baghdad. Disini Al-Mansur melakukan konsolidasi dan penertiban pemerintahannya. Dia mengangkat sejumlah personal untuk menduduki jabatan di lembaga eksekutif dan yudikatif. Di bidang pemerintahn ini, dia menciptakan tradisi baru dengan mengangkat seorang wazir sebagai koordinator departemen. Dia juga membentuk lembaga protokol negara, sekretaris negara dan kepolisian disamping membenahi angkatan bersenjata. Popularitas daulah Abbasiyah mencapai puncaknya di zaman khalifah Harun Ar-Rasyid (786-809 M) dan putranya Al-Ma’mun (813-833 M). Tingkat kemakmuran yang paling tinggi terwujud pada zaman khalifah ini. Kesejahteraan sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan serta kesusastraan berada pada zaman keemasannya. Pada masa inilah negara Islam menempatkan dirinya sebagai negara terkuat dan tak tertandingi. C. FAKTOR- FAKTOR PENDUKUNG BERDIRINYA DINASTI ABBASIYAH Jika dilihat dari konteks sosio-historis, ada beberapa faktor pendukung yang melatar belakangi berdirinya Dinasti Abbasiyah, diantaranya yaitu sebagai berikut: a. Penindasan yang terus menerus terhadap pengikut Ali dan Bani Hasyim pada umumnya. b. Merendahkan kaum muslimin yang bukan bangsa Arab sehingga mereka tidak diberi kesempatan dalam pemerintahan. c. Meningkatnya kekecewaan kaum mawali terhadap penguasa Bani Umayyah. d. Adanya kekecewaan dari kaum agamawan terhadap pemerintah Bani Umayyah (hal ini karena perhatian penguasa terhadap pengembangan agama sangat kurang). e. Adanya keinginan masyarakat untuk memperoleh pemimpin kharismatik yang dapat menyelamatkan kehidupan masyarakat. f. Kebencian ‘Alawiyyin terhadap Bani Umayyah karena tindakan diluar batas, yakni: • Mewajibkan para khatib Jumat untuk menghina, mencaci, dan melaknat ‘Ali bin Abi Thalib. • Membunuh para pemimpin ‘Alawiyyin (diantaranya Husein bin ‘Ali bin Abi Thalib, Yahya bin Zaid, dan Abu Hasyim bin Muhammad bin Al Hanifah). • Mengkhianati perjanjian Madain (perjanjian antara Muawiyah dan Husein bin ‘Ali). g. Pemerintahan khalifah-khalifah bani Umayyah selain ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz sangat keras menekan dan membatasi gerakan-gerakan kaum Alawiyyin. h. Perpecahan suku-suku bangsa. D. PARA KHALIFAH DINASTI ABBASIYAH Sistem pengangkatan putra mahkota dalam dinasti ini, mengikuti cara Dinasti Umayyah. Namun ada pemakaian gelar bagi para khalifahnya, seperti Abu Ja’far. Ia memakai gelar Al-Manshur. Para khalifah bani Abbasiyah berjumlah 37 khalifah, mereka adalah : NO KHALIFAH NO KHALIFAH 1 Abul Abbas Ash-Shafah 20 Abul abbas Ahmad Ar-Radi 2 Abu Ja’far Al-Manshur 21 Abu Ishaq Iabrahim Al-Muttaqi 3 Abu Abdullah Muhammad Al-Mahdi 22 Abul Qasim Abdullah Al-Mustaqfi 4 Abu Muhammad Musa Al-Hadi 23 Abul Qasim Al-Fadl Al-Mu’ti 5 Abu Ja’far Harun Ar-Rasyid 24 Abul Fadl Abdul Karim At-Thai 6 Abu Musa Muhammad Al-Amin 25 Abul Abbas Ahmad Al-Qadir 7 Abu Ja’far Abdullah Al-Ma’mun 26 Abu Ja’far Abdullah Al-Qaim 8 Abu Ishaq Muhammad Al-Mu’tashim 27 Abul Qasim Abdullah Al-Muqtadi 9 Abu Ja’far harun Al-Watsiq 28 Abul Abbas Ahmad Al-Mustadzir 10 Abu Fadl ja’far Al-Mutawakil 29 Abu Manshur Al-Fadl Al-Mustarsyid 11 Abu Ja’far Muhammad Al-Muntashir 30 Abu Ja’far Al-Mansur Ar-Rasyid 12 Abul Abbas Ahmad Al-Musta’in 31 Abu Abdullah Muhammad Al-Muqtafi 13 Abu Abdullah Muhammad Al-Mu’taz 32 Abul Mudzafar Al-Mustanjid 14 Abu Ishaq Muhammad Al-Muhtadi 33 Abu Muhammad Al-Hasan Al-Mustadi 15 Abul Abbas Ahmad Al-Mu’tamid 34 Abul Abbas Ahmad An-Nasir 16 Abuk Abbas Ahmad Al-Mu’tadid 35 Abu Nasr Muhammad Az-Zahir 17 Abul Muhammad Ali Al-Muktafi 36 Abu Ja’far Al-Mansur Al-mustansir 18 Abul Fadl Ja’far Al-Muqtadir 37 Abu Abdullah Al-Mu’tashim Billah 19 Abu Mansur Muhammad Al-Qahir E. KHALIFAH-KHALIFAH DINASTI ABBASIYAH YANG BERPENGARUH 1. Khalifah Ja’far Al-Manshur Abu ja’far dilahirkan di kota Humayyah (Hamimah) Yordania 101 H. Ibu beliau bernama Salamah dan ayahnya bernama Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas bin Abdul Muthalib. Abu Ja’far wafat ketika hendak menunaikan ibadah haji di Bir Maimun (Mekkah) tahun 157 H/775 M. Ia adalah saudara Ibrahim al-Imam dan Abu Abbas as-Saffah. Mereka dikenal sebagai tokoh pendiri Dinasti Abbasiyah. Abu Ja’far selalu mendapat anugerah kemenangan dalam setiap peperangan melawan Banu Umayah dan kerusuhan-kerusuhan kaum pemberontak di dalamNegeri dan dalam menekan Imp[erium Bizantium. Oleh karena itu ia diberi gelar “al-Mansur” (orang yang mendapat pertolongan Allah).Masa pemerintahan Abu Ja’far al-Mansur satu periode dengan Kaisar Crusfautin V Di Bizantium, Kaisar Hsuan Tsung (dinasti tang di tiongkok, dan raja Nagabhata I, Dinasti Bujara Prathihara (india). Al-Mansur memiliki kepribadian kuat, tegas, berani, cerdas dan memiliki pemikiran cemerlang. Dalam usia 41 tahun, ia telah menjadi khalifah menggantikan kedudukan Abul Abbas as-Shaffah yang telah wafat. Diusia yang begitu muda, ia tampil kedepan menyelesaikan berbagai persoalan yang tengah melanda kekuasaannya. Keberhasilannya dalam mengatasi persoalan-persoalan dalam negeri Dinasti Bani Abbasiyah, membawa harum nama Bani Abbas dan memperkuat dasar pemerintahan Dinasti Abbasiyah. Selain itu, al-Mansur dikenal juga sebagai seorang khalifah yang agung, tegas, bijaksana, alim, berpikiran maju, pemerintahannya rapi, disegani, baik budi, dan seorang pemberani.Khalifah Abu Ja’far al-Mansur juga dikatakan sebagai bapak pembangunan Daulah Bani Abbasia, karena beliaulah sebenarnya untuk pertama kali yang membuat dan mengatur politik pemerintahan Daulah Bani Abbasiah. Jalur-jalur administrasi pemerintah mulai dari pusat sampai daerah-daerah ditata dengan baik dan rapi. Pada waktu itu terjadi kerja sama yang baik antara kepala qadi., kepala jawatan pajak, kepala polisi rahasia, dan kepala jawatan pos. Dengan demikian, maka pemerintahan pada masa khalifah Abu ja’far al-Mansur menjadi tertib dan lancar, sehingga pemerintahannya menjadi kokoh, maju, dan berhasil membawa umat islam kemasa kejayaan. Abu Ja’far al-Mansur sangat besar jasanya dalam mengembangkan kebudayaan dan peradaban islam. Beliau adalah seorang yang cinta ilmu pengetahuan. Melalui kekuasaan dan hartanya, dia memberikan dorongan dan kesempatan yang luas bagi para cendikiawan untuk membangun riset ilmu pengetahuan. Buku-buku yang dihasilkan oleh bangsa diterjemahkan kedalam bahasa Arab. Ilmu falak dan ilmu filsafat mulai digali dan dikembangkan di pemerintahannya. • Usaha dan Jasa Khalifah Abu Ja’far al-Mansur Sebagai khalifah Dinasti Abbasiah yang tergolong awal, Abu Ja’far berpikir dan berjuang keras guna secepat mungkin menciptakan kemajuan-kemajuan diberbagai bidang kebudayaan. Diantara usaha-usaha untuk menciptakan kemajuan Dinasti Abbasiyyah adalah sebagai berikut. 1. Pengembangan ilmu pengetahuan yang dilakukan dengan cara: a. Menyalin buku-buku yang berbahasa asing. b. Menyusun dan menulis agama. c. Mengundang cendikiawan dari berbagai daerah untuk mengajar umat islam tentang ilmu pengetahuan. 2. Pengaturan dan penertiban pemerintahan. 3. Pembinaan keamanan dan stabilitas dalam negeri. Adapun kelompok-kelompok dalam negeri yang dianggap berbahaya adalah sebagai berikut. a. Kelompok Abdullah bin Ali b. Abu Muslim al-Khurasani c. Kelompok Alawiyin 4. Usaha pembinaan politik luar negeri. 5. Usaha peningkatan ekonomi social. 2. Khalifah Harun Ar-Rasyid Harun al-Rasyid dilahirkan di Ray pada bulan Februari 763H/145 M. Ayahnya bernama al-Mahdi dan ibunya bernama Khaizurran. Waktu kecil ia di didik oleh Yahya bin Khalid al-Barmaki. Pada usia 18 tahun ayahnya telah memberikan beban dan tanggung jawab yang berat dipundaknya, dengan melantiknya sebagai gubernur di Saifah pada tahun 163 H. Pada tahun 164 H, beliau diberi wewenang untuk mengurusi seluruh wilayah Anbar dan negeri-negeri di wilayah Afrika Utara. Harun ternyata mampu mengerjakan apa yang diperintahkan, sehingga pada tahun 165 H Al-Mahdi melantiknya kembali. Ketika al-Mahdi meninggal dunia pada tahun 170 H, Ia resmi menjadi khalifah pada usi 23 tahun. Pada bulan September 786 M dalam usia 23 tahun, ia menggantikan kedudukan saudaranya Musa al-Hadi. Sewaktu menjadi khalifah, ia banyak memperoleh bantuan dari Yahya ibn Khalid dan dua putranya yaitu Ja’far dan Fazal bin Yahya. Hraun al-Rasyid adalah khalifah yang kelima dari Dinasti Abbasiyah. Ia dikenal sebagai pengusaha terbesar didunia pada waktu itu. selain itu Harun al-Rasyid dikenal sebagai pengusaha yang taat beragama, shaleh dan dermawan. Bani Abbas mengalami masa kejayaan. Sebab pada masa ini,, terjadi banyak perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan. Kemajuan ini disebabkan oleh berbagai kebijakan yang dikeluarkan. Selain itu, Harun al-Rasyid dikenal sebagai khalifah yang cinta ilmu pengetahuan. • Upaya-upaya dan Jasa-jasa Khalifah Harun ar-Rasyid 1. Mengembangkan dan memajukan bidang ilmupengetahuan dan Seni. 2. Membangun gedung-gedung dan sarana Sosial. 3. Memajukan bidang ekonomi dan industri. 4. Memajukan bidang politik pertahanan dan perluasan wilayah kekuasaan Dinasti Abbasiyah. 3. Khalifah Al-Makmun Nama lengkap khalifah ini adalah Abdullah Abdul Abbas al-Makmun, adalah anak Harun ar-Rasyid yang dilahirkan pada 15 Rabiul Awwal tahun 170 H/786 M. Kelahirannya bertepatan dengan wafat kakeknya, yaitu Musa al-Hadi, juga bersamaan dengan waktu ayahnya diangkat menjadi khalifah. Adapun ibu al-Makmun adalah seorang bekas hamba sahaya bernama Marajil. Dalam riwayat hidupnya disebutkan bahwa al-Makmun dikenal sebagai pemuda jenius. Dalam usia 5 tahun ia telah mendapatkan pendidikan agama dan membaca Al-Qur’an dibawah bimbingan Kasa’i dan Yazidi. Ia juga belajar hadits dari imam Malik di Madinah. Disamping ilmu-ilmu tersebut, ia juga pandai ilmu sastra, belajar ilmu tata negara, hukum, filsafat, astronomi, dan sebagainya. Setelah berhasil mengatasi berbagai konflik internal, terutama dngan saudaranya bernama Al-Ma’mun menanggapi cita-citanya menjadi khalifah pada tahun 198 H/813 M. Al-Makmun adalah seorang khalifah termasyhur sepanjang sejarah Dinasti Abbasiyah. Selain sebagai seorang pejuang yang pemberani, ia juga sebagai pengusaha yang bijaksana. Semangat berkarya, bijaksana, pengampun, adil, cerdas, dan bebas dalam berpikir, merupakan sifat-sifat utama yang menonjol dalam pribadi al-Makmun. Pemerintahannya mennandai kemajuan yang sangat hebat dalam sejarah silam. Selama lebih kurang 21 tahun masa kepemimpinannya, ia mampu meningalkan warisan intelektual islam yang sangat berharga. Kemajuan itu merupakan berbagai aspek ilmu pengetahuan, seperti matematika, astronomi, kedokteran dan filsafat. Sikap yang tidak memihak membuatnya tidak membedakan agama atau ras apapun. kebebasan berpikir dan beragama berlaku untuk semua orang. Ia membentuk sebuah dewan pemerintahan dimana orang muslim dan nonmuslim berpartisipasi didalamnya. Minat al-Makmun terhadap agama sangat besar, terutama ynag berkaitan dengan ajaran kebebasan berkehendak dan takdir, ia cenderung berpaham Mu’tazilah. Pemikiran ini ditekankan pada kaum intelektual islam yang mengatakan bahwa al-Qur’an bersifat azali atau qadim. Sekitar tahun 212 H/287 M Al-Makmun mengumumkan bahwa doktrin Mu’tazilah dinyatakan sebagai paham ersmi negara. Sedangkan ajaran lama (ortodoks) dipandang sebagai paham bidah. Pada saat yang sama ia memerintahkan seluruh pejabat begara agar memuliakan khalifah Ali bin Abi Thalib sebagai makhluk Allah yang termulia setelah Nabi Muhammad SAW. Pada tahun 218 H/833 M keluar sebuah dekrit yang memerintahkan agar hakim dan ulama meninggalkan ketidak benaran paham keabadian Al-Qur’an. Sebagian ahli pikir menerima perintah tersebut, semata-mata karena takut kepada khalifah al-Makmun. Namun sebagian kecil diantara mereka tetap teguh pada pendiriannya, sekalipun hrus menanggung derita, seperti Ahmad bin Hambal yang menjalani hukuman penjara dan hukuman cambuk karena menolak perintsh tersebut. Dua penguasa pengganti al-Makmun tetap memberlakukan dekrit tersebut. • Upaya-upaya Abdullah Al-Makmun Khalifah Abdullah al-Makmun selama menjabat sebagai pemimpin Daulah Abbasiyah telah berusaha melakukan perbaikan-perbaikan hal-hal sebagai berikut. 1. Menghentikan berbagai gerakan pemberontakan untuk menciptakan stabilitas dalam negeri. Berikut berbagai gerakan pemberontakan yang berhasil diatasi: a. Pemberontakan Abu Saraya di Kufah. b. Pemberontakan Nasr bin Syabas. c. Pemberontakan Zatti. d. Pemberontakan orang-orang Mesir. e. Pemberontakan Ibrahim (paman al-Ma’mun). 2. Penertiban administrasi negara untuk penataan kembali sistem pemerintahan. 3. Membentuk badan intelejen. 4. Pembentukan badan negara. 5. Toleransi beragama. 6. Pembentukan Baitul Hikmah (Perpustakaan) dan majelis Munazarah atau suatu lembaga perkumpulan sarjana muslim membahas ilmu pengetahuan. 7. Dibentuk Korps Ulama. 8. Adapun tokoh utama pada masa ini adalah: Al Fazari ahli astronomi. Abu Ali Al Hasan bin Haitam ahli optika. Ibnu Hayyan dan Abu Bakar Zakaria ahli kimia. Abul Hasan Ali Mas’udi ahli geografi. Al Razi, Ibnu Sina, dan Al Faraby ahli kedokteran dan filosof. Abu Raihan Muhammad Al Baiquni ahli fisika. Imam Bukhori dan Imam Muslim ahli hadits. Al Tabari ahli tafsir. Ibnu Hisyam ahli sejarah. F. RUANG LINGKUP WILAYAH DINASTI ABBASIYAH Pemerintahan daulah Bani Abbasiyah merupakan kelanjutan dari pemerintahan daulah Bani Umayyah yang telah hancur di Damaskus. Meskipun demikian, terdapat perbedaan antara kekuasaan dinasti Bani Abbasiyah dengan kekuasaan dinasti Bani Umayyah, diantaranya adalah: a. Dinasti Umayyah sangat bersifat Arab Oriented, artinya dalam segala hal para pejabatnya berasal dari keturunan Arab murni, begitu pula corak peradaban yang dihasilkan pada dinasti ini. b. Dinasti Abbasiyah, disamping bersifat Arab murni, juga sedikit banyak telah terpengaruh dengan corak pemikiran dan peradaban Persia, Romawi Timur, Mesir dan sebagainya. Pada masa pemerintahan dinasti Abbasiyah, luas wilayah kekuasaan Islam semakin bertambah, meliputi wilayah yang telah dikuasai Bani Umayyah, antara lain Hijaz, Yaman Utara dan Selatan, Oman, Kuwait, Irak, Iran (Persia), Yordania, Palestina, Lebanon, Mesir, Tunisia, Al-Jazair, Maroko, Spanyol, Afganistan dan Pakistan, dan meluas sampai ke Turki, Cina dan juga India. KESIMPULAN 1. Daulah Abbasiyah adalah dinasti atau pemerintahan yang namanya dinisbahkan kepada Al Abbas, paman Nabi Muhammad SAW. 2. Dinasti Abbasiyah didirikan pada tahun 132 H/750 M, oleh Abul Abbas Ash-Shafah yang sekaligus sebagai khalifah pertama. 3. Adapun pendiri Bani Abbas ialah Ibrahim Al Imam, pembangun yang memperkokoh keluarga Bani Abbas. Namun, Ia meninggal terbunuh sebelum Bani Abbas diproklamirkan kedaulatannya. 4. Abu Abbas digelari Assafah yang artinya pengancam, karena beliau seorang yang pemberani dan mampu menghadapi golongan pemberontak. 5. Kekuasaan Bani Abbasiyah berlangsung dalam rentang waktu yang panjang, dari tahun 132 H (750 M) s/d 656 H (1258 M). 6. Selama dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan budaya. 7. Orang-orang Abbasiyah merasa lebih berhak dari pada Bani Umayyah atas kekhalifahan Islam, sebab mereka adalah keturunan Bani Hasyim yang secara nasab keturunan lebih dekat dengan Nabi. 8. Pada tahun 132 H/750 M tumbanglah Daulah umayyah dengan terbunuhnya Marwan ibn Muhammad, Khalifah terakhir. 9. Pada awal kekhalifahan Abbasiyah menggunakan Kuffah sebagai pusat pemerintahan, dengan Abu al-Saffah (750-754 M) sebagai Khalifah pertama. Khalifah penggantinya, Abu Ja’far al-Mansur (754-775 M) memindahkan pusat pemerintahan ke Baghdad dengan alasan bahwa daerah tersebut merupakan markas militer yang sangat baik. 10. Sistem pengangkatan putra mahkota dalam dinasti Abbasiyah, mengikuti cara Dinasti Umayyah. Namun ada pemakaian gelar bagi para khalifahnya, seperti Abu Ja’far. Ia memakai gelar Al-Manshur. Para khalifah bani Abbasiyah berjumlah 37 khalifah. 11. Khalifah-khalifah Bani Abbasiyah yang sangat menonjol diantaranya yaitu Khalifah Ja’far Al-Manshur, Khalifah Harun Ar-Rasyid, dan Khalifah Al-Makmun. 12. Pada masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah, luas wilayah kekuasaan Islam semakin bertambah, meliputi wilayah yang telah dikuasai Bani Umayyah, antara lain Hijaz, Yaman Utara dan Selatan, Oman, Kuwait, Irak, Iran (Persia), Yordania, Palestina, Lebanon, Mesir, Tunisia, Al-Jazair, Maroko, Spanyol, Afganistan dan Pakistan, dan meluas sampai ke Turki, Cina dan juga India. DAFTAR PUSTAKA Su’ud, Abu. 2003. Islamologi, Cet. I. Jakarta: PT.Rineka Cipta. Yatim, Badri. 2010. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada. Karim, M. Abdul. 2007. Sejarah Pemikiran Dan Peradaban Islam. Cet.I.Yogyakarta: Pustaka Book Publisher. Sunanto, Musyrifah. 2003. Sejarah Islam Klasik, Cet. I. Bogor: Prenada Media. Hitti, Philip K. 2008. History of Arabs; From the Earliest Times to the Present, Diterjemahkan oleh R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta. Ali, K Sejarah Islam (Tarikh Pramodern), Jakarta. Rajagrafindo Persada. Murodi. MA, Sejarah Kebudayaan Islam MA, Karya Toha Putra. Nurhakim, Moh. 2004. Sejarah dan Peradaban Islam, Malang. UMM.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TEORI GUJARAT – Teori Kedatangan Islam di Indonesia Gujarat  merupakan wilayah yang kini berada di negara India. Daerah Gujarat d...